Eksplorasi.id – Rencana pemerintah memberikan relaksasi keran ekspor bahan mentah tambang alias konsentrat dikecam oleh sejumlah pihak.
Pasalnya, ekspor kosentrat dinilai akan memicu eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran yang berujung pada rusaknya lingkungan Indonesia.
Aryanto Nugroho, manajer Advokasi dan Jaringan Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, mengatakan, relaksasi juga akan semakin memberi ketidakpastian iklim investasi di sektor pertambangan.
“Alih-alih melaksanakan janji moratorium, relaksasi ekspor juga menimbulkan ketidakadilan bagi sebagian pelaku ekonomi yang telah membangun fasilitas pengolahan (smelter),” kata dia di kantor WALHI, Jakarta, Selasa (11/10).
Aryano menjelaskan, situasi tersebut juga akan semakin menggiring adanya ketidakpastian regulasi dan hukum dalam berusaha dan dapat memancing adanya tuntutan lebih lanjut.
Dia juga mencontohkan, di Kalimantan Timur terdapat 3.000-an lubang bekas tambang yang telah menelan korban hingga 25 jiwa, di mana sebagian besar adalah anak-anak generasi masa depan bangsa.
“Ini yang kami khawatirkan dari potensi relaksasi ekspor mineral. Mempercepat daya rusak lingkungan, lingkungan, standar keselamatan, menimbulkan tragedi kemanusiaan dan eksploitasi yang semakin besar,” jelas dia.
Sekedar informasi, Kementerian ESDM di bawah Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan telah menfinalisasi revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 1/2014.
Baca juga :
- Hore, Luhut Izinkan Konsentrat Boleh Kembali Diekspor Hingga 2021
- Relaksasi Ekspor Konsentrat Bisa Jadi Malapetaka Iklim Investasi RI
Aturan itu berisi tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebelumnya, regulasi tersebut memberikan relaksasi relaksasi ekspor konsentrat atau bahan tambang mentah hingga 11 Januari 2017.
Melewati batas waktu tersebut, mineral dan bahan tambang atau yang biasa disebut konsentrat yang akan diekspor harus melalui proses pemurnian. “Melalui revisi aturan ini, saya memperpanjang relaksasi ekspor konsentrat antara tiga sampai lima tahun,” kata dia di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/10).
Reporter : Diaz