Eksplorasi.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengawal revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba) yang diajukan Kementerian ESDM kepada DPR pada 8 Juli lalu.
“Padahal, Sekretariat Negara sebelumnya telah mengembalikan perubahan keenam Peraturan Pemerintah (PP) No 23/2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minerba ke Kementerian ESDM,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman di Jakarta, belum lama ini.
Dia mengatakan, pengembalian rancangan perubahan PP itu berdasarkan permintaan KPK. Alasannya karena dinilai menyimpang dari regulasi yang sudah ada.
“Ditambah lagi dengan adanya pemberian izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada PT Tanito Harum yang jelas melanggar UU Minerba. Sangat aneh ketika tiba-tiba Kementerian mengajukan revisi UU Minerba kepada DPR,” ujar Yusri.
Menurut dia, pada medio April 2018, Menteri ESDM Ignatius Jonan pernah berkomentar, yang kemudian dikutip banyak media, bahwa tidak perlu cepat-cepat melakukan revisi UU No 4/2009 tentang Minerba.
“Jonan kala itu mengatakan bahwa UU itu belum 10 tahun sejak diundangkan, jadi tidak ada urgensinya UU Minerba untuk dilakukan revisi. Namun, ini tiba-tiba bisa berubah keputusannya apalagi disaat perubahan keenam terhadap PP No 23/2010 belum jelas,” terang dia.
Penjelasan Yusri, ada kesan bahwa sejumlah pejabat di Kementerian ESDM ‘tersandera’ oleh konglomerat batubara. Kalau itu terjadi, imbuh dia, berpotensi menjerumuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Publik tahu bahwa sikap Presiden Jokowi sangat jelas ketika menentukan kebijakan di sektor minerba. Misalnya soal divestasi PT Freeport Indonesia yang kini 51% sahamnya dikuasai oleh PT Inalum (Persero),” jelas dia.
Komentar Yusri, semestinya terkait tambang batubara Menteri Jonan melakukan hal serupa yang dilakukan Presiden Jokowi. “Semestinya tambang batubara bekas lahan perjanjian karya pertambangan batubara (PKP2B) generasi pertama yang habis kontraknya diberikan gratis kepada BUMN tambang batubara,” katanya.
“Bukan malah diberikan kepada pihak swasta dalam hal ini terkesan untuk menyelamatkan tujuh pemilik PKP2B sebelumnya agar dapat diperpanjang izinnya dalam bentuk IUPK.”
Penjelasan dia, jika dilihat dari sisi potensi penerimaan negara, pendapatan bersih dari tambang batubara jika dimiliki BUMN batubara nilainya ditaksir bisa mencapai USD 2,5 miliar atau sekitar Rp 34,86 triliun (kurs Rp 13.942) per tahun.
“Perlu digarisbawahi, tidak ada satu kalimat pun di dalam UU Minerba dan PKP2B ada kewajiban bagi pemerintah untuk memperpanjangnya,” ujarnya.
Yusri menegaskan, seharusnya Kementerian ESDM berkomitmen tinggi dalam menjalan kebijakannya sesuai UU Minerba, apalagi menyangkut soal ketahanan energi nasional jangka panjang, di mana batubara sebagai energi primer akan menjadi penyangga kebutuhan PLTU milik PT PLN (Persero) dan swasta yang diperkirakan mencapai 180 juta metrik ton per tahun pada 2024.
“Sebaiknya KPK mengawal ketat proses revisi UU Minerba ini di DPR. Apalagi sekarang menjelang berakhirnya masa jabatan DPR periode 2014 – 2019 yang berpotensi sangat rawan terjadi praktek kongkalikong dengan pemilik PKP2B dan oknum pejabat KESDM,” tegas dia.
Reporter: Sam