
Eksplorasi.id – Pengalihan hutan lindung menjadi areal penggunaan lain (APL) kerap terjadi. Terbaru, hutan lindung seluas 2.170 hektare yang berlokasi di Desa Sungsang III, Kecamatan Sungsang II, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel) berubah fungsi.
Informasi yang coba dihimpun Eksplorasi.id, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin No 28/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin Tahun 2012-2013, hingga saat ini lokasi lahan itu masih ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung.
Kemudian, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No.SK.454/MENLHK/Setjen/PLA.2/6/2016 tanggal 17 Juni 2016, status lahan itu pun masih dinyatakan sebagai area kawasan hutan lindung.
Aturan tersebut tentang perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan No SK.866/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sumsel
Namun, pada 6 Januari 2017, Menteri LHK Siti Nurbaya menyetujui dikeluarkannya area tersebut dari kawasan hutan lindung dengan melakukan kegiatan penataan batas lapangan bersama Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah II Palembang.
Alasannya, karena dokumen kepemilikan bidang tanah sebelum dilakukannya Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), sehingga dapat dikeluarkan dari kawasan hutan lindung.
Selanjutnya, pada 20 Februari 2017 dibentuk panitia tata batas Kawasan Hutan Kabupaten/Kota Lingkup Provinsi Sumatera Selatan melalui Kepmen LKH No SK.630/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/2/2017.
Lalu,pada 10 Agustus 2017, Menteri Agraria, Tata Ruang / BPN menyatakan peta bidang tanah tersebut dapat dipergunakan sebagaimana mestinya seluas ± 2.170 ha.
Puncaknya pada 5 April 2018 resmi dikeluarkan dari kawasan hutan lindung melalui Keputusan Menteri LHK No SK.173/MenLHK/Setjen/PLA.2/4/2018 yang diteken oleh Menteri LHK Siti Nurbaya dan Kepala Biro Hukum Kementerian LHK Krisna Rya.
Hal itu juga merujuk pada Surat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang diteken Sofyan A Djalil pada 9 Desember 2016 No S433/020/XII/2016 perihal Mohon Penjelasan yang ditujukan kepada Ryamizard Ryacudu.
Diminta pendapatnya, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, keluarnya persetujuan penggunaan peta bidang tanah seluas kurang lebih 2.170 hektare (ha) yang diklaim milik Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu itu sungguh aneh dan janggal.
“Saya sudah berkirim surat kepada sejumlah pihak memertanyakan keanehan dan kejanggalan tersebut, di antaranya kepada Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A Djalil dan Menteri LHK Siti Nurbaya, meskipun hingga kini saya belum mendapat penjelasan resminya,” jelas dia, Minggu (17/2).
Komentar dia, surat itu juga ditembusi kepada Presiden Joko Widodo, komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua Komisi Ombudsman Amzulian Rifai, Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, dan sejumlah pihak lainnya.
Proyek KEK TAA
Yusri Usman berkomentar, berdasarkan informasi yang diperolehnya, lahan milik keluarga Ryamizard Ryacudu yang saat ini dikelola oleh PT Tri Patria Group tersebut akan digunakan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Sumsel.
“Tapi caranya salah, yakni dengan menabrak aturan yang ada, terutama Perda Kabupaten Banyuasin No 28/2012. Lokasi itu di dalam RTRW Kabupaten Banyuasin belum diubah, masih sebagai kawasan hutan lindung,” ungkap dia.
Dia menambahkan, perubahan lahan itu juga mendapat back up dari Gubernur Sumsel Herman Deru, yakni dengan adanya rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 51/2014 tentang KEK Tanjung Api Api yang diajukan oleh Pemprov Sumsel.
“Perlu diingat, pemenang tender pengembangan proyek adalah PT Sriwijaya Tanjung Carat (STC) yang digandeng oleh PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (SMS) selaku badan pengelola KEK TAA. Keduanya telah melakukan banyak hal, mulai dari Amdal, studi kelayakan, investasi awal, dan sebagainya,” jelas dia.
Yusri menegaskan, disinyalir ada rencana untuk ‘merebut’ proyek KEK TAA dari PT STC dan PT SMS ke PT Tri Patria Group dengan cara ‘tidak sehat’.
“Jangan sampai kasus alih fungsi hutan kembali terjadi. Dahulu, ketika akan membangun Pelabuhan Tanjung Api Api juga terjadi alih fungsi hutan lindung secara illegal yang menjerat anggota DPR Azwar Chesputra, Al Amin Nasution, juga mantan Gubernur Sumsel Syahrial Oesman,” tegas Yusri.
Reporter: HYN