Eksplorasi.id – Panitia Khusus Monitoring dan Perizinan lahan DPRD Riau akan melaporkan kasus kelebihan izin lahan perusahaan yang merugikan negara hingga Rp 104 triliun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada April mendatang, karena tidak ada tindak lanjut penegak hukum setempat.
“Hasil monitoring dan evaluasi izin perusahaan sudah dilaporkan secara resmi pada penegak hukum. Namun, kelanjutan kasus tersebut tidak ada kemajuan sejak diserahkan pada mereka,” ujar Ketua Pansus, Suhardiman Amby, di Pekanbaru, Selasa (29/3).
Lebih lanjut ucapnya, terungkapnya persoalan tersebut sejak terbentuknya Pansus monitoring dan evaluasi perizinan HGU, IU-Perkebunan, HTI, HPHTI, HPH, Izin Usaha Pertambangan, Izin Industri, Izin Lingkungan (Amdal, UPL-UKL) pada (9/3) lalu.
“Setelah selesainya tugas Pansus, pada Januari 2016, ditemukan kelebihan lahan tanaman seluas 301 ribu hektare yang dilakukan oleh 600 perusahaan di Riau berskala besar dan kecil,” ucapnya.
Kemudian temuan itu, dilaporkan Pansus DPRD Riau ke Polda Riau, Kejaksaan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan dan Balai Lingkungan Hidup untuk ditindak lanjuti. Laporan itu, hasil putusan pimpinan DPRD Riau Nomor 33/KPTS/DPRD/2015.
“Setiap perusahaan yang sudah dimonotoring mempunyai kelebihan penggunaan lahan diluar izin rata-rata lebih 3 ribu hingga 4 ribu hektare, kemudian juga perambahan kawasan hutan, pencemaran lingkungan dan masalah pajak,” ungkapnya.
Sekretaris Komisi A DPRD Provinsi Riau ini menuturkan, akan tetap memantau dan menindak lanjuti kasus tersebut karena telah merugikan negara. “Kami ingin kasus itu segera tuntas secepatnya. Karena perusahaan telah merugikan negara,” ucapnya.
Politisi ini berharap, KPK nantinya bisa memproses perusahaan tersebut, sehingga mereka dapat mengembalikan kerugian negara dan mengembalikan lahan agar bisa dijadikan sebagai kawasan hutan. “Mudahan persoalan ini selesai segera,” jelasnya.
Eksplorasi | Antara | Ponco