Eksplorasi.id – Pengembangan energi baru dan terbarukan masih belum menjadi fokus utama di negeri ini meski sumber energi fosil kian menipis.
Berbagai proyek energi baru dan terbarukan kerap dipandang sebelah mata dan terkadang hanya menjadi lampiran dalam laporan-laporan pemerintah.
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konversi Energi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana dalam kegiatan kordinasi dan supervisi sektor energi di Palembang mengatakan, sudah saatnya Indonesia menjadikan pengembangan energi baru, terbarukan sebagai fokus utama dalam upaya mencapai kedaulatan energi.
“Mau menunggu sampai kapan? Menunggu sampai minyak bumi habis dulu?” kata Rida.
Menurut Rida, sudah seharusnya Indonesia berjuang sekuat tenaga untuk mengurangi penggunaan energi fosil karena disadari bahwa sumber energi ini yang memberikan dampak paling dominan pada perubahan iklim.
Seperti diketahui bahwa Presiden Joko Widodo sudah berjanji dalam koferensi tingkat tinggi perubahan iklim (COP) di Paris beberapa waktu lalu, bahwa akan menggembangkan energi terbarukan, dan memberikan insentif bagi pemanfaatkan sampah menjadi energi.
Selain itu, pemanfaatan energi baru dan terbarukan ini sejatinya sudah diamanatkan UU No 30 tahun 2007 tentang energi dan Peraturan Pemerintah No 79 tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional.
Sebenarnya bukan persoalan sulit bagi Indonesia untuk menyediakan sumber energi baru dan terbarukan ini karena negeri ini memiliki kekayaan alam yang berlimpah.
Bahkan, jika Indonesia mau maka bisa menjadi negara yang menghasilkan suatu energi yang memiliki keberlangsungan tanpa habis, bersih, dan ramah lingkungan seperti transformasi yang diharapkan dunia.
Seperti diketahui, lantaran masih dikarunia alam yang berlimpah membuat energi fosil masih menjadi pilihan utama. Indonesia juga menjadi sangat boros dalam mengunakannya, dan itu bisa jadi karena masih banyak dan murah.
Rida menjelaskan sebenarnya pemerintah sudah menyiapkan tiga program terkait pemanfaatan energi baru terbarukan ini yakni konversi energi yakni mengurangi penggunaan energi fosil, mengembangkan energi baru (batubara cair, gas metana, batubara tergaskan, nuklir, hidrogen, metana yang lain) dan energi terbarukan (panas bumi, hidro, bioenergi, surya, angin, laut).
Namun, untuk menjalankannya tetap tidak mudah karena kerap terkendala dengan perizinan, penyediaan lahan, investor, dan lainnya.
Program yang direncanakan dengan baik tersebut tidak akan ada gunanya jika tanpa dukungan pemerintah daerah apalagi sejak keluarnya UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
Oleh karena itu, sudah saatnya Indonesia mengubah paradigma soal energi yakni bukan sekadar memandang sebagai kebutuhan pokok tapi menjadikannya modal untuk pembangunan bangsa.
Pemprov enggan Keengganan pemerintah daerah membidik proyek energi baru dan terbarukan menjadi salah satu kendala.
Padahal dalam APBN sudah menganggarkan dana yang cukup besar mengingat pemerintah juga menargetkan membangkitkan listrik 35 ribu Mega Watt dalam lima tahun hingga 2019.
“Silakan daerah mengajukan proyeknya ke pusat, nanti akan diverifikasi. Asalkan memungkinkan dengan dibuktikan feasibility study-nya, pasti disetujui pemerintah,” kata Rida.
Saat ini Kementerian ESDM sudah menerima pengajuan dari pemerintah provinsi se-Indonesia dengan nilai proyek mencapai Rp 4 triliun.
Saat ini sedang diverifikasi ulang. Yang paling layak dan paling memungkinkan yang akan disetujui, di samping adanya komitmen yang tinggi dari pemerintah daerahnya.
Untuk mendapatkan proyek ini, pemerintah mengharapkan pemerintah di daerah menyediakan lahannya, sedangkan biaya pemeliharaan dapat memanfaatkan dana alokasi khusus dan dana desa.
Model seperti itu bisa dipakai untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro, misalnya. Program ini terkait dengan target mencapai penyediaan energi 35 ribu MW pada 2019, sementara daya yang terpasang saat ini 55.528 MW.
Untuk mencapai target ini, Rida mengingatkan para pemangku kepentingan tidak bisa hanya mengandalkan APBN karena sejatinya APBN hanya dijadikan pemicu.
Pemerintah lebih senang jika pemerintah daerah dapat menggaet investor agar mau menanamkan modal untuk membangun pembangkit.
Hal tersebut menjadi alasan mengapa pemerintah pusat mendorong agar iklim investasi kondusif karena APBN tidak akan sanggup mencukupi semua. Hingga kini dari 12.600 desa terdapat 5.000 desa yang masih gelap gulita.
Sementara itu, Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumsel Izromaita menyatakan bahwa pemprov Sumsel aktif dalam mengembangkan sumber energi baru, terbarukan untuk menggantikan bahan tambang yang semakin berkurang di perut bumi.
Meski demikian, ia tidak menyangkal bahwa saat ini sumber energi fosil (minyak bumi, gas alam, dan batubara) masih jadi primadona karena sudah berjalan selama bertahun-tahun dan cukup melimpah di Sumsel.
Tetapi pemerintah daerah tetap memiliki kepedulian untuk pengembangan energi terbarukan. Ia mengatakan, sumber energi menjadi kebutuhan vital dalam kehidupan manusia karena menjadi penggerak industri yang berdampak pada sektor ekonomi.
Sementara ini, beberapa sumber energi fossil mulai berkurang karena aktifitas ekplorasi yang cukup tinggi oleh manusia. Pemerintah daerah Sumsel menyadari itu sehingga mulai mengembangkan beberapa sumber energi terbarukan seperti energi tenaga surya, energi mikro hidro, dan energi panas bumi.
Sumber energi itu diminati karena bersumber dari alam dan tidak pernah habis meski dikeruk tanpa henti. Sumber energi tenaga surya sudah dikembangkan dan digunakan di beberapa kabupaten di Sumsel karena kapasitasnya yang terbatas, sehingga sangat cocok memenuhi kebutuhan di daerah itu.
Sinar matahari itu digunakan untuk pemanasan rumah, pencahayaan, pendinginan, pembangkit listrik, pemanas air, dan berbagai proses industri. Sebagian besar bentuk energi terbarukan berasal dari matahari, baik secara langsung atau tidak langsung.
Contohnya, panas dari matahari menyebabkan angin bertiup, memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan pohon dan tanaman lain yang digunakan untuk energi biomassa, dan memainkan peran penting dalam siklus penguapan dan curah hujan yang menjadi sumber energi air.
Selain energi surya, Pemerintah Sumsel juga mengembangkan sumber energi air mikro hidro. “Air yang mengalir dapat digunakan untuk memutar turbin yang mendorong proses mekanis untuk memutar generator. Energi air mengalir dapat digunakan untuk menghasilkan listrik, ini juga dikembangkan di beberapa kabupaten,” kata Izromaita.
Sementara, untuk sumber energi panas bumi sudah berjalan dan terdapat di enam lokasi bagian barat Sumatera Selatan (lajur pegunungan Bukit Barisan).
Pada Kabupaten Muaraenim terdapat di Rantau Dedap (225 Mwe) dan Lumut Bali (835 Mwe), Kabupaten OKU Selatan mempunyai 3 lokasi, yaitu Ulu Danau (231 MWe), Marga Bayur (339 MWe), dan Wai Selabung (231 MWe), dan Kabupaten Lahat memiliki 1 Lokasi Yaitu di Tanjung Sakti ( 50 MWe).
Pemerintah daerah saat ini masih berupaya membuka serta mengembangkan energi panas bumi di Muaraenim dan dalam waktu dekat akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.
Sebagian besar kebutuhan energi Indonesia masih mengandalkan batu bara, minyak dan gas alam, sehingga membuat ketergantungan pada bahan bakar fosil semakin tinggi.
Bahan bakar fosil merupakan sumber daya yang terbatas dan mahal. Selain itu, menyebabkan polusi udara, air dan tanah, dan menghasilkan gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pemanasan global.
Di sisi lain, Indonesia sebenarnya memiliki sumber daya energi baru yang telah teridentifikasi sebanyak 300 ribu MW. Namun sangat disayangkan baru sekitar tiga persen yang sudah dieksploitasi dengan baik.
Dolly Rosana | Ant