Eksplorasi.id – Manajemen PT Pertamina (Persero) saat ini masih menunggu komitmen Saudi Aramco untuk melanjutkan proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Dumai dan Balongan.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, Head of Agrement (HoA) untuk RDMP Dumai dan Balongan sudah harus diteken sebelum 26 November 2016.
“Kami akan bicara dengan Saudi Aramco apakah akan bersedia paralel atau tidak. Kalau tidak, kami akan cari mitra lain. Seperti arahan pemerintah Dumai dan Balongan harus jalan segera juga,” kata dia di Jakarta, Kamis (3/11) malam.
Menurut Dwi, pihaknya optimistis bisa memeroleh mitra baru jika Saudi Aramco enggan melanjutkan kerja sama dengan Pertamina dalam proyek RDMP Dumai dan Balongan.
“Calon mitra alternatif kami itu ada Oman, ada Thailand, Korea, banyak. Beauty contest-nya sudah pernah dilakukan. Kami sudah tahu mitra mana yang memiliki berkualitas, jadi tidak milih lagi dari awal,” jelas dia.
Di satu sisi, lanjut Dwi, jika ternyata tidak juga ditemukan mitra yang cocok, Pertamina akan mengerjakan sendiri proyek RDMP Dumai dan Balongan, seperti halnya RDMP Balikpapan.
“Paling penting adalah bisa segera kami mulai. Kalau sendiri, dengan pendanaan itu kira-kira 30 persen modal sendiri, 70 persen dari luar (pinjaman),” ujar dia.
Baca juga :
Aramco Vs Rosneft, Kemenangan ‘Geng Solo’ Melawan ‘Geng Jogja’
Sekedar informasi, diperkirakan investasi yang dibutuhkan untuk proyek RDMP Balongan dan Dumai ditaksir mencapai USD 40 miliar. Saat ini kapasitas terpasang seluruh kilang Pertamina mencapai 853 ribu barel per hari (bph). Sedangkan kebutuhan minyak Indonesia tercatat sebesar 1,57 juta bph.
Ada empat proyek RDMP yang dikerjakan Pertamina untuk meningkatkan produksi bagan bakar minyak (BBM) di dalam negeri, yaitu RDMP Cilacap, Balongan, Dumai, dan Balikpapan. Apabila seluruh RDMP ini selesai, maka kapasitas keempat kilang itu akan naik dari 820 ribu bph menjadi 1,61 juta bph.
Selain itu, 2 kilang baru akan dibangun, yaitu Grass Root Refinery (GRR) Tuban dan Bontang. Masing-masing berkapasitas 300 ribu bph. Semua proyek kilang ditargetkan selesai sebelum 2023. Kalau semuanya berjalan lancar, Indonesia tak lagi mengimpor BBM mulai 2023.
Reporter : Diaz