Eksplorasi.id – Proyek Kilang Donggi Senoro LNG (DSLNG) tiba-tiba kembali menarik perhatian publik. Penyebabnya adalah, adanya dugaan hengki pengki dalam pembangunan galangan small marine vessels di wilayah kilang tersebut.
Tender galangan tersebut digelar oleh PT Pertamina Trans Kontinental (PTK), anak usaha PT Pertamina (Persero). Pemenangnya adalah PT Tri Ratna Diesel Indonesia dengan nilai proyek mencapai USD 5,55 juta. Masuknya namanya PTK sebagai penyelenggara tender dikarenakan Pertamina menjadi salah satu pemenang saham di Kilang DSLNG.
Baca :
- Kontrak Pertamina Trans Kontinental ke Tri Ratna di Donggi Senoro Diduga Bermasalah
- Kementerian ESDM Berharap Peserta Tender Delapan Klaster Kilang Mini Investor Lokal
Kilang tersebut dioperasikan oleh PT Donggi Senoro LNG (DSLNG), yang didirikan sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA) pada 28 Desember 2007.
Semula, pemegang saham PT DSLNG adalah Pertamina Energy Services Pte Ltd (29 persen), PT Medco LNG Indonesia (20 persen) dan Mitsubishi Corporation (51 persen).
Namun, terhitung Februari 2011, struktur kepemilikan berubah menjadi PT Pertamina Hulu Energi (29 persen), PT Medco LNG Indonesia (11,1 persen) dan Sulawesi LNG Development Ltd (59,9 persen).
Sedangkan Sulawesi LNG Development merupakan perusahaan patungan yang didirikan oleh Mitsubishi Corporation (75 persen) dan Korea Gas Corporation (25 persen).
Adanya dugaan hengki pengki tersebut sebenarnya bukan masalah pertama yang dialami di dalam proyek Kilang DSLNG.
Data Eksplorasi.id menunjukkan, pada medio 2007-2009, proyek tersebut pernah diterpa kasus persaingan usaha.
Kala itu yang berseteru adalah PT LNG Energi Utama (LEU) melawan Mitsubishi. Penyebabnya juga terkait tender, namun saat itu memakai pola beauty contest.
LEU lalu mengadukan persoalan tersebut ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pertamina, Medco, dan Mitsubishi digugat LEU ke KPPU karena dinilai telah bersekongkol ketika memilih Mitsubishi untuk menjadi mitra strategis Pertamina dan Medco dalam proyek hilir Donggi Senoro.
Setelah melalui beberapa persidangan, akhirnya KPPU pada 5 lanuari 2011 memutus kasus dugaan persekongkolan antara Pertamina, Medco, dan Mitsubishi dalam kasus LNG Donggi-Senoro.
Ketika itu KPPU memutus ketiganya melanggar 1 dan pasal 23 UU No, 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam proses beauty contest proyek Donggi-Senoro.
KPPU waktu itu menilai telah terjadi persekongkolan oleh Mitsubishi, Pertamina, PT Medco Energi Internasional Tbk dan PT Medco E&P Tomori Sulawesi untuk mengatur dan atau menentukan Mitsubishi sebagai pemenang beauty contest.
Hal itu mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Akibatnya, majelis komisi menghukum Pertamina membayar denda Rp 10 miliar, Medco Energi Internasional Rp 5 miliar,Medco EP Tomori Sulawesi Rp 1 miliar, dan Mitsubishi Rp 15 miliar.
Namun, semua pihak yang dinyatakan bersalah itu merasa keberatan dan mengajukan banding ke PN Jakarta Pusat. Kemudian, PN Jakpus pada 17 November 2011 dalam perkara No 34/KPPU/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 31 Januari 2011 menolak permohonan keberatan atas putusan KPPU No 35/KPPU-I/2010 tanggal 5 Januari 2011, yang diajukan Pertamina, Medco, dan Mitsubishi.
Kasus kemudian berlanjut hingga ke Mahkamah Agung (MA). Singkat cerita, kemudian MA pada 30 Juli 2012, dengan putusan No 306 K/Pdt.Sus/2012 dengan LNG International Pty Ltd dan PT LEU sebagai pemohon I dan II melawan Mitsubishi, Pertamina, Medco Energi, dan Medco E&P Tomori sebagai termohon I hingga IV, resmi mengeluarkan keputusan.
Adapun isi putusan tersebut, berdasarkan isi putusan yang diperoleh Eksplorasi.id, adalah menolak permohonan kasasi dari para pemohon I dan II. Majelis yang memutus adalah Valerine JLK, Syamsul Ma’arif, dan Nurul Elmiyah, serta dibantu oleh panitera Endang Wahyu Utami.
Sekilas Kilang DSLNG
Kilang DSLNG adalah proyek LNG pertama di Indonesia yang menganut model pengembangan usaha hilir, yaitu memisahkan kegiatan hulu pasokan bahan baku gas alam dari kegiatan hilir memroduksi LNG.
Situs resmi perseroan menyebutkan, kilang DSLNG berlokasi di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, sekitar 45 kilometer arah Tenggara dari Luwuk, ibukota Kabupaten Banggai.
Kilang ini berada di pesisir pantai menghadap Selat Peling yang merupakan rute laut dalam dari Surabaya dan Makassar menuju Luwuk dan Manado. Nilai investasi pembangunan kilang LNG tersebut mencapai USD 2,8 miliar.
Kilang DSLNG terdiri atas satu unit kilang pengolahan tunggal, serta fasilitas pendukung utilitas.
Fasilitas lainnya adalah dermaga untuk peralatan dan perbekalan, satu unit tanki penyimpan LNG dan satu unit tanki kondensat, serta dermaga untuk memuat LNG serta fasilitas pendukung administrasi.
Kilang tersebut dibangun dengan kapasitas produksi sebesar dua juta ton LNG per tahun, dan menggunakan teknologi Air Products and Chemicals Inc (APCI).
Konstruksi kilang yang dimulai pada 2011 ini telah selesai dibangun. Kilang mulai beroperasi pada 2015 dengan pengiriman kargo LNG pertama, ke Terminal Arun LNG di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Agustus 2015.
Bisnis PT DSLNG adalah membeli dan mengubah gas alam menjadi gas alam cair dan memasoknya kepada pembeli. Sebelumnya, PT DSLNG telah meneken Perjanjian Jual Beli Gas (GSA) dengan para produsen gas alam.
Para produsen tersebut adalah, PT Pertamina Hulu Energi Tomori Sulawesi, PT Medco E&P Tomori Sulawesi dan Tomori E&P Ltd melalui Joint Operating Body (JOB) Pertamina–Medco E&P Tomori Sulawesi (JOB PMTS) dan PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) melalui Proyek Pengembangan Gas Matindok (MGDP).
Berdasarkan perjanjian tersebut, PT DSLNG menerima pasokan gas alam dari Blok Senoro Toili yang dikelola oleh JOB PMTS sejumlah 250 juta kaki kubik per hari dan dari Blok Matindok yang dikelola MGDP sejumlah 85 juta kaki kubik per hari.
Dengan kapasitas produksi sebesar dua juta ton per tahun, Kilang DSLNG mampu mengirimkan sekitar 36 kargo LNG per tahun.
PT DSLNG pun telah menandatangani komitmen pengiriman LNG jangka panjang dengan tiga pembeli yaitu Chubu Electric, Kyushu Electric dan Korea Gas Corporation. Bila para pembeli jangka panjang ini tidak mengambil kargo tersebut, maka kargo LNG ini dapat tersedia di pasar spot LNG.