Eksplorasi.id – Semakin gurih potensi yang dimilki suatu wilayah maka kian menggiurkan bagi individu maupun developer untuk memancangkan besutan properti residensial dan komersial. Tak hanya melesat berkat sektor perdagangan dan jasa atau pariwisata, potensi industri dan sumber daya alam sebuah wilayah juga patut dilirik sebagai tujuan investasi. Keberadaan kegiatan pertambangan disebuah lokasi misalnya, berpotensi untuk membangkitkan sektor propertinya. Semakin pesat kegiatan industri dan pertambangan, maka akan mempercepat kemajuan sebuah wilayah.
Meskipun pertumbuhan sektor pertambangan nasional pada 2015 silam negatif 5,08 persen, menariknya Sulawesi malah menunjukkan peningkatan diantaranya Sulawesi Selatan yang tumbuh sekitar 7,85 persen, Sulawesi Barat 8,04 persen, Sulawesi Tenggara 11,29 persen dan Sulawesi Tengah mencapai 26,71 persen. Peningkatan tersebut merupakan hasil kolaborasi dari investasi swasta melalui pembangunan smelter nikel dan peran pemerintah dalam mengatur payung hukum dan perencanaan pembangunan infrastruktur demi memperlancar kegiatan pertambangan.
Hal ini serta-merta menyuburkan properti di sejumlah kawasan melalui dorongan infrastruktur yang telah terealisasi. Lambat laun, faktor tersebut secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan properti mengingat melesatnya pamor kawasan yang akan diikuti oleh meningkatnya permintaan residensial karena kedatangan tenaga kerja di lokasi tambang. Selain itu, kesejahteraan rakyat pedesaan juga diperhatikan terlihat dari laporan kinerja ESDM Sulsel 2015 yang menunjukkan penggunaan anggaran yang ditujukan untuk pembangunan desa mandiri energi dan elektrisitas.
Sedangkan dilihat dari segi fluktuasi harga komoditas minyak dunia pada tahun 2015 silam, nyatanya telah menghasilkan reformasi dalam negeri yakni keputusan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM. Sejak ditangguhkan keanggotaannya dari OPEC semenjak 2009, penurunan harga minyak dunia agaknya menguntungkan bagi Indonesia yang dalam jangka waktu 5 tahun terakhir lebih banyak mengimpor minyak dibanding menghasilkan.
Harga BBM dalam negeri pun menjadi lebih dinamis mengikuti pasar global dengan lonjakan banderol harga minyak sekitar 33,6 persen dan berhasil memangkas APBN negara sebesar 211 triliun rupiah. Survey menunjukkan bahwa lebih dari 42,2 persen responden sebuah website properti menyatakan fluktuasi harga minyak tidak mempengaruhi kebiasaan berbelanja mereka, sedangkan 37,4 persen lebih memilih membeli barang, dan sekitar 9 persen lebih memilih untuk berinvestasi properti.
Ali Tranghanda, konsultan properti menyatakan, bahwa harga minyak tak berdampak secara signifikan karena tidak mungkin pengembang menaikkan harga ditengah lesunya pasar real estate. Dengan hasil polling mewakili pendapat responden yang menyatakan bahwa fluktuasi harga minyak tak berdampak secara langsung bagi real estate di Indonesia, namun nyatanya bisa jadi rangsangan positif bagi sektor real estate itu sendiri. Pengalihan dana untuk mengoptimalkan pembangunan infrastruktur akan lebih bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan, termasuk salah satunya menggairahkan industri real estate.
Reporter : Samsul