Eksplorasi.id – Pengelolaan sektor migas di Malaysia dan Angola saat ini bisa dikatakan jauh meninggalkan Indonesia. Kedua negara tersebut memercayakan pengelolaan migas di negaranya kepada BUMN, berbeda dengan di Indonesia.
Malaysia dan Angola tidak memerlukan badan lain seperti SKK Migas untuk mengelola sektor hulu migas mereka. Perlu diketahui, Sociedade Nacional de Combustiveis de Angola EP (Sonangol EP) adalah satu-satunya pemegang izin untuk eksplorasi migas di Negara Republik Angola.
Sonangol EP bertanggung jawab atas kegiatan eksplorasi, produksi, manufaktur, transportasi dan pemasaran hidrokarbon di Angola. Sonangol didirikan pada 1976 dari nasionalisasi Angola.
Berdasarkan keputusan 52/76, Sonangol EP sebagai perusahaan milik negara mempunyai misi untuk mengelola sumber daya eksplorasi hidrokarbon di Republik Angola.
Lalu di Malaysia ada Petroliam Nasional Berhad alias Petronas. Krisis minyak pada 1973 membuat pemerintah Malaysia menyadari pentingnya pengelolaan sumber daya alamnya secara mandiri.
Melalui UU, Malaysia kemudian mendirikan Petronas pada 1974. Petronas didirikan dengan tujuan menjamin kelangsungan sumber daya migas di Malaysia.
Berdasarkan UU Pengembangan Perminyakan 1974, Petronas ditetapkan memiliki hak dan kepemilikan khusus terhadap sumber daya migas di Malaysia.
Bagaimana di Indonesia? Lahirnya UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) telah mengkebiri peran PT Pertamina (Persero) dengan lahirnya BP Migas—kini SKK Migas.
Sejatinya, oleh banyak kalangan, lahirnya UU Migas justru membuat sektor migas di Tanah Air malah memburuk, bahkan ketahanan energi nasional terancam. Produksi minyak bumi menurun seiring dengan menipisnya cadangan minyak bumi.
Semestinya Indonesia bisa mencontoh kedua negara tersebut dengan melakukan pemusatan pengelolaan sektor migas kepada perusahaan milik negara. Indonesia bisa memberikan sebagian besar/ semua kewenangan regulasi kepada Pertamina.
Melalui model ini, Pertamina akan menjadi lembaga yang bertanggung jawab, bernegosiasi, dan meneken kontrak dengan perusahan minyak swasta, baik lokal maupun asing.
Pertamina juga bisa mewakili kepentingan negara dalam hubungan kerja mereka, dan memastikan tegak dan terlaksananya hukum, regulasi, serta kontrak.
Ada tiga potensi manfaat jika pengelolaan sektor migas di Tanah Air diserahkan kepada Pertamina. Pertama, relatif sederhana dan hemat biaya. Tidak perlu membentuk lembaga baru, dan Indonesia dapat memusatkan keahlian dan pembuatan keputusan di satu lembaga.
Kedua, perusahaan minyak, masyarakat, dan Kementerian Keuangan hanya perlu berhubungan dengan Pertamina dan Kementerian ESDM. Ketiga, sepenuhnya sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), karena BUMN juga memiliki hak ekonomi, tidak hanya hak penambangan.
Publik tahu, BP Migas telah dibubarkan oleh MK pada November 2012. Namun, bubarnya BP Migas tidak lantas membuat Pertamina kembali bergigi. Peran BP Migas itu kemudian digantikan oleh SKK Migas. Ibarat kata, lagu lama kaset baru.
Selain membubarkan BP Migas, MK juga menyatakan bahwa ada 22 pasal dalam UU Migas dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tidak punya kekuatan hukum mengikat.
Keputusan MK No 36/PUU-X/2012 pun mengamanatkan perubahan tata kelola industri hulu migas nasional dan mengarah pada penguasaan negara demi kemakmuran rakyat.
Revisi UU Migas
Pembahasan revisi UU Migas diketahui berjalan sangat lamban. Sejak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2009-2014 dan dilanjutkan sebagai agenda Prolegnas prioritas 2016, pembahasan tak kunjung selesai.
Sekedar informasi, lahirnya UU Migas setelah Indonesia menerima program IMF ( International Monetary Fund) untuk mencegah dampak krisis ekonomi 1998/1999.
Tujuannya, untuk mereformasi sektor migas. Namun, banyak pihak mengklaim bahwa UU Migas saat ini cenderung liberal karena membuat sumber minyak bumi beralih kepemilikan kepada pihak asing dan berorientasi pasar.
Cadangan migas negara dapat disertifikasikan atas nama perusahaan yang mendapat konsesi mengeksplorasinya. Bahkan, sertifikat tersebut dapat diagunkan untuk memperoleh modal pengeboran.
Peran Pertamina sejak adanya UU Migas langsung dikebiri. Pertamina sebagai perusahaan BUMN tidak berwenang membukukan cadangan migas sebagai aset nasional.
Posisi Pertamina sebagai perusahaan minyak nasional (national oil company/ NOC) yang dibentuk berdasarkan UU No 8/1971 pun berubah sejak disahkannya UU No 22/2001.
Jika pada UU sebelumnya Pertamina ditunjuk sebagai operator sekaligus regulator migas di Indonesia, pada UU Migas Pertamina hanya menjadi operator.
Sejak adanya UU Migas, Pertamina sebagai perusahaan BUMN tidak berwenang membukukan cadangan migas sebagai aset nasional. Praktik pengelolaan sumber daya migas ini dinilai merugikan negara secara finansial dan kepemilikan rakyat atas kekayaan alam tereduksi.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha pernah berkomentar, proses revisi UU Migas memang cukup alot. Menurut dia, ada beberapa hal yang memengaruhi alotnya pembahasan RUU yang satu ini.
Misalnya, migas sebagai sumber daya alam strategis tidak terbarukan merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak.
“Harus dicari formulasi aturan agar pengelolaannya bisa optimal untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat,” kata dia, beberapa waktu lalu.
Bank Dunia mencatat, dalam beberapa tahun terakhir NOC menguasai sekitar 75 persen produksi dan 90 persen cadangan minyak global. Data lain menunjukkan,
Bahkan, tahun lalu Forbes merilis daftar 25 perusahaan migas terbesar di dunia berdasarkan data S&P Global Market Intelligence. Adapun perusahaan migas BUMN yang masuk ke dalam daftar tersebut antara lain Statoil ASA milik pemerintah Norwegia.
Kemudian ada Petróleo Brasileiro SA (Petrobas) milik pemerintah Brasil, Gazprom milik pemerintah Rusia, dan Oil and Natural Gas Corp (ONGC) milik pemerintah India.
Lalu, China Petroleum & Chemical Corporation (Sinopec), China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), dan PetroChina milik pemerintah Cina.
Ke depan, diharapkan revisi UU Migas bisa mengembalikan kedaulatan negara dan rakyat atas sumber daya migas, dan Pertamina dikembalikan kepada fungsi awalnya.
Pengelolaan sumber daya migas harus dikembalikan lagi ke konstitusi, yaitu sebagai sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan dipakai untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai Pasal 33 UUD 1945.
Reporter : HY