Eksplorasi.id – Setelah proyek kilang minyak di Tuban, Jawa Timur, Rosneft berpeluang menggarap proyek kilang lainnya di Indonesia. Alasannya perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Rusia ini dianggap mampu dari sisi sumber daya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya sangat terbuka jika memang Rosneft bersedia bekerja sama investasi di kilang minyak. “Karena kami melihat pasokan minyak mentah dan teknologi yang dimilikinya,” kata dia seusai acara penetapan kontrak Basic Engineering Design Kilang Cilacap, di kantor pusat Pertamina.
Dua alasan itulah yang menjadi faktor penentu Rosneft menjadi mitra Pertamina di Kilang Tuban. Menurut Dwi, Rosneft memiliki sumber daya minyak dan gas bumi yang besar di Rusia. Dengan begitu, Pertamina juga berharap dapat mengelola beberapa blok migas yang ada di Rusia.
Cadangan minyak dan gas bumi itu sangat penting untuk kebutuhan pengamanan energi di Indonesia. Sebab, produksi migas di Indonesia terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. “Jadi harus ada pasokan besar dari luar negeri terkait itu sehingga bisa terintegrasi antara hulu dan hilir,” ujar Dwi.
Pertamina memiliki rencana pembangunan beberapa kilang minyak. Untuk kilang baru, selain Kilang Tuban di Jawa Timur, Pertamina akan membangun Kilang Bontang di Kalimantan Timur. Kapasitas kedua kilang ini sama, yakni 300 ribu barel per hari. Bedanya, skema pembangunan di Kilang Tuban adalah penugasan pemerintah kepada Pertamina. Sedangkan untuk Kilang Bontang adalah Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Untuk pembangunan kilang minyak dengan skema KPBU, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjuk Pertamina sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerja sama (PPJK). Sebagai PPJK, Pertamina nantinya berwenang melakukan perencanaan, penyiapan transaksi, dan penandatanganan transaksi, serta melaksanakan pengawasan proyek KPBU.
Sementara dalam skema penugasan, Pertamina dapat membiayai sendiri pembangunan kilang minyak atau bekerjasama dengan badan usaha lain melalui pembentukan perusahaan patungan. Jika melalui pembiayaan korporasi, Pertamina mendapat fasilitas pendanaan berupa penyertaan modal negara (PMN), laba yang ditahan, pinjaman langsung atau pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri termasuk lembaga keuangan multilateral, serta penerbitan obligasi oleh Pertamina.
Selain kilang baru, Pertamina memiliki proyek peningkatan kapasitas kilang di Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Jika mengacu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Stategis Nasional, tujuh kilang tersebut masuk dalam proyek strategis nasional.
Dari semua proyek kilang tersebut, menurut Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi, proyek Kilang Tuban yang membutuhkan dana paling besar. Bahkan, nilai investasinya mencapai US$ 13 sampai US$ 15 miliar. “Pakai petrochemical juga. Jadi ini proyek yang paling besar di Indonesia,” ujar dia.
Demi memuluskan kerjasama dengan Rosneft di Kilang Tuban, Pertamina saat ini masih menyelesaikan beberapa poin kerjasama. Targetnya, Kamis nanti (26/5), perjanjian tersebut dapat diumumkan ke publik. Sedangkan proses pembangunan kilang tersebut ditargetkan Presiden Joko Widodo rampung akhir 2017 mendatang atau paling lambat 2018.
Eksplorasi | Aditya | Antara