Eksplorasi.id – Penerimaan negara dari sektor migas terus mengalami penurunan selama dua tahun terakhir. Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, sebelumnya pada 2012 total penerimaan negara dari migas mencapai Rp 301,6 triliun.
Rinciannya, dari pajak migas sebesar Rp 83,5 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas Rp 205,8 triliun, dan domestic market obligation (DMO) Rp 12,3 triliun.
Kemudian, setahun kemudian atau pada 2013, total penerimaan negara dari migas naik menjadi Rp 305,3 triliun, terdiri atas pajak migas sebesar Rp 88,7 triliun, PNBP migas Rp 203,6 triliun, dan DMO Rp 12,9 triliun.
Namun, pada 2015 pendapatan negara dari migas hanya mencapai Rp 135,1 triliun yang bersumber dari pajak migas Rp 49,7 triliun, PNBP migas Rp 78,2 triliun, dan DMO Rp 7,3 triliun.
Penurunan terus berlanjut. Pada 2016, saat harga minyak sempat di bawah USD 30 per barel, dengan rata-rata harga minyak USD 40 per barel, total pendapatan negara dari migas hanya Rp 84,7 triliun, terendah dalam lima tahun terakhir.
Adapun rincian pemasukan sektor migas pada 2016 berasal dari pajak migas Rp 36,1 triliun, PNBP migas Rp 44,9 triliun, dan DMO Rp 3,7 triliun.
Jika ditotal, penerimaan negara dari migas sejak 2014 hingga 2016 mengalami penurunan hingga Rp 235 triliun. “Penerimaan negara dari migas mengalami penurunan rata-rata 13 persen dalam lima tahun terakhir,” kata Direktur Penerimaan Non-Pajak Kemenkeu Mariatul Aini dalam acara IPA Convex 2017 di Jakarta, Kamis (18/5).
Tahun ini, dalam APBN 2017, penerimaan negara dari sektor migas ditargetkan sebesar Rp 106,3 triliun. Terdiri atas pajak migas Rp 35,9 triliun, PNBP migas Rp 63,7 triliun, dan DMO Rp 5,7 triliun.
Reporter : Sam