Eksplorasi.id – Realisasi penyerapan gas bumi selama semester I tahun ini di sektor kelistrikan masih di bawah nilai kontrak. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menyebut, salah satu penyebabnya adalah produksi di hulu minyak dan gas yang tidak bisa mencukupi kebutuhan.Realisasi penyerapan gas bumi selama semester I tahun ini di sektor kelistrikan masih di bawah nilai kontrak. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menyebut, salah satu penyebabnya adalah produksi di hulu minyak dan gas yang tidak bisa mencukupi kebutuhan.
Kepala Divisi Pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas PLN Chairani Rachmatullah mengakui, sampai saat ini realisasi memang masih di bawah nilai kontrak. Berdasarkan data SKK Migas, penyerapan gas sektor kelistrikan hanya 1.024,60 bbtud, dari target 1136,39 bbtud. “Karena penurunan di hulu (Migas), “ kata dia.
Chairani mengatakan, beberapa penyerapan gas yang masih di bawah kontrak adalah dengan Pertamina EP di Sei Gelam, Jambi. Kontrak jual beli gas seharusnya 5 bbtud, tapi realisasinya hanya 1 bbtud. Ada lagi, kontrak dengan Petroselat Ltd di Rawaminyak. Nilai kontrak 5 bbtud tapi realisasinya cuma 0,1 bbtud. Kemudian dengan PT KEI di Gresik. volume kontraknya sebesar 80 bbtud namun PLN hanya bisa menyerap sekitar 70 bbtud. “Karena masalah tekanan di pipanya Pertamina Gas,” ujar dia.
Adapun, penyerapan gas dengan Saka Energi di Gresik juga masih di bawah kontrak. Seharusnya Saka bisa menyalurkan 70 bbtud, tapi realisasinya hanya 40 bbtud.
Selain itu, kendala lainnya adalah proses perjanjian transportasi gas dengan PT Transportasi Gas Indonesia belum rampung. Ini terjadi pada kontrak dengan ConocoPhillips sebanyak 40 bbtud. “Sampai sekarang tidak mengalir,” kata dia.
Sebelumnya, Kepala Bagian Humas SKK Migas Taslim Z. Yunus mengungkapkan, penyerapan gas untuk sektor kelistrikan masih di bawah nilai kontrak karena gas hanya digunakan sebagai pembangkit peaker oleh PLN. Artinya, ketika mencapai beban puncak dan sumber bahan baku utama seperti air atau batubara bermasalah, baru pembangkit itu memakai gas.
Di sisi lain, sistem yang digunakan kebanyakan take or pay. Dengan sistem tersebut, PLN harus membayar kepada pemasok gas meski gas tersebut belum dipakai. Tapi pemasok harus siap setiap saat jika PLN membutuhkan gas.
Sistem ini digunakan dalam kontrak antara CNOOC dengan PLN. Dalam kontrak tersebut, CNOOC harus mengalirkan gas sebanyak 80 mmcsfd. Tapi realisasinya hanya 72 mmscfd. “Sejak tahun pertama produksi, yakni 2006. CNOOC menerima take or pay dari PLN itu US$ 86 juta,” kata dia, pekan lalu.
Selain sektor kelistrikan, penyerapan untuk transportasi Berbahan Bakar Gas (BBG), realisasinya juga masih di bawah kontrak, hanya 3,78 bbtud dari 8,50 bbtud. Penyerapan gas kota juga hanya 3,13 bbtud, padahal targetnya 3,51 bbtud. Adapun realisasi lifting minyak cuma 206,20 bbtud, dengan target 321,05 bbtud.
Begitu pula dengan penyerapan industri sebesar 1.510,91 bbutd dari target sebesar 1.814,76 bbtud. Sedangkan penyerapan untuk pupuk sebesar 718,09 bbtud dari target 758,76 bbtud.