EKSPLORASI.id – Pemerintah telah resmi menunjuk Pertamina untuk mengelola 8 blok migas yang masa kontraknya berakhir pada 2018, yaitu Blok Tuban, Blok East Kalimantan, Blok Ogan Komering, Blok Sanga-Sanga, Blok NSO, Blok B, Blok Tengah, dan Blok Offshore South East Sumatera (OSES) pada 6 Januari 2017 lalu. Pertamina kemudian menunjuk anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), untuk mengelola 5 WK di antaranya.
“Kami menyambut positif atas keputusan Pemerintah yang telah beritikad baik untuk meningkatkan peran perusahaan negara di dalam pengelolaan migas nasional,” kata Casdira Ketua Umum Serikat Pekerja Pertamina Hulu Energi (SP PHE).
Sejauh ini, kata Casdira, Pertamina merupakan National Oil Company (NOC) yang memiliki peran paling kecil di sektor hulu migas di dalam negerinya sendiri (23% produksi nasional), dibandingkan NOC lainnya di dunia (Malaysia 50%, Norwegia 62%, Algeria 78%, Brazil 82%, China 93%, dan Arab Saudi hampir 100%).
“Blok OSES merupakan salah satu blok dengan cadangan dan produksi migas yang cukup besar, risiko subsurface yang relatif kecil (mature), dan menjadi salah satu backbone penyuplai gas untuk pembangkitan listrik di Pulau Jawa,” ujar Casdira disiaran resminya yang Eksplorasi.id terima, Jumat (22/12)
Cadangan yang masih tersisa (proven reserves) di blok ini tercatat sebesar 60 juta barel (mmbbl) minyak dan 178 miliar kaki kubik (BCF) gas. Jika menghitung cadangan potensial (probable reserves), blok ini masih mengandung 1.490 mmbl minyak dan 406 BCF gas (sumber: WoodMac, 2016).
“Hingga semester I/2017, blok OSES menduduki peringkat 6 produksi migas terbesar nasional, yaitu 30.000 barel minyak per hari dan produksi gas 140 mmscfd.,” ucap Casdira.
Keputusan Pemerintah untuk menyerahkan pengelolaan Blok OSES ke Pertamina dinilai sudah tepat, untuk meningkatkan peran NOC di dalam pengelolaan migas nasional secara signifikan. Bagi Pertamina, proses alih kelola blok migas yang habis masa kontraknya bukanlah hal yang baru.
Terbukti, kata Casdira, Pertamina bukan hanya mampu mengelola dan mengoperasikan blok migas di offshore, Pertamina bahkan mampu meningkatkan produksi blok-blok hasil alih kelola, yaitu di blok ONWJ (offshore Jawa Barat) dan blok WMO (offshore Jawa Timur).
PHE kemudian secara proaktif menyiapkan proses alih kelola Blok OSES, berkordinasi dengan SKK Migas, pengelola existing dan pihak-pihak terkait lainnya. PHE sudah mengajukan proposal term & condition kepada Pemerintah. PHE juga sudah mulai terlibat di dalam penyusunan work program & budget (WP&B) Blok OSES.
Namun patut disayangkan, Pemerintah masih terlihat gamang dengan keputusannya. Misalnya pada berita yang dimuat di situs resmi ESDM tanggal 22 November 2017 (link: https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/pemerintah-putuskan-nasib-8-blok-terminasi), terlihat bahwa Pemerintah masih akan mengevaluasi dan memberikan kesempatan pada operator existing untuk mengajukan penawaran.
Casdira menjelaskan, dalam menyikapi kegamangan Pemerintah tersebut, SP PHE ingin menekankan bahwa, Pertama, Pertamina adalah Perusahaan Negara. Hal ini berarti jika pengelolaan migas dilakukan oleh Pertamina, maka 100% keuntungan akan masuk ke negara (kantong kiri-kantong kanan). Maka dari itu, tidak relevan membandingkan penawaran Pertamina dengan KKKS lainnya yang sudah pasti split-nya akan dibagi antara negara dan perusahaan privat tersebut.
“Kedua, Pertamina sudah terbukti mampu mengelola blok alih kelola ONWJ dan WMO. Bahkan Pertamina mampu meningkatkan produksi migas di blok tersebut dengan kinerja operasi excellent. Oleh karena itu, tidak perlu ada kekhawatiran akan terjadi penurunan produksi migas di blok tersebut,” tegas Casdira.
Ketidakpercayaan pada kemampuan Pertamina berarti ketidakpercayaan pada kemampuan bangsa sendiri untuk mengelola blok migas yang sudah mature (relatif low risk).
Ketiga, lanjutnya, sebagai perusahaan negara, 100% migas yang dihasilkan dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan domestik, atau sebanyak yang bisa diserap oleh pasar domestik. Termasuk yang menjadi entitlement KKKS. Di samping itu, dengan dikelola NOC, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) juga diharapkan dapat ditingkatkan secara signifikan.
Dan keempat, memberikan kesempatan kepada operator existing setelah Pertamina menyampaikan penawarannya adalah hal yang tidak fair (sifatnya post bidding).
Menurut Casdira, sehubungan dengan hal di atas, SP PHE meminta agar, Pertama, Pemerintah segera menetapkan pengelolaan Blok OSES 100% kepada Pertamina melalui suatu keputusan menteri, sesuai dengan surat penunjukan yang sudah dibuat sendiri oleh Pemerintah sebelumnya, untuk memperkuat peran perusahaan negara dan meningkatkan ketahanan energi nasional (nawacita sektor energi).
“Kedua, mempercepat proses penandatanganan kontrak PSC Blok OSES,” kata Casdira.
Ketiga, Pemerintah dapat memberikan hak partisipasi (Participating Interest, PI) pengelolaan blok-blok migas tersebut kepada Daerah terkait (10%) sesuai dengan aturan yang berlaku, sepanjang betul-betul dikelola oleh BUMD tanpa partisipasi atau kerjasama dengan swasta yang berpotensi merugikan Daerah.
“Serta keempat, untuk mengoptimalkan keuntungan bagi perusahaan negara, keterlibatan investor dapat dilakukan melalui mekanisme farm in secara business to business (B to B) dengan perusahaan negara, sesuai dengan harga yang wajar,” pungkas Casdira.
(TOP)