Eksplorasi.id – Keberhasilan PT Pertamina (Persero) menggandeng dua perusahaan minyak dunia, Saudi Aramco dan Rosneft dalam pengembangan kilang Cilacap di Jawa Tengah dan pembangunan kilang Tuban di Jawa Timur dapat meningkatkan kepercayaan terhadap iklim investasi di Indonesia.
“Kerja sama Pertamina dengan Saudi Aramco dan Rosneft menunjukkan Indonesia mampu membalikan persepsi investor terkait kondisi atau iklim investasi,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi B Sukamdani di Jakarta, Kamis.
Hariyadi menambahkan kerja sama Pertamina dengan Rosneft dan Saudi Aramco merupakan bentuk kerja sama yang bagus. Kerja sama tersebut akan meningkatkan (upgrading) peralatan dan teknologi kilang nasional. “Kilang kita sudah perlu dilakukan upgrading. Itu yang tidak dilakukan 10 tahun terakhir,” kata dia.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Djoko Siswanto menilai kerja sama yang dilakukan Pertamina dengan Rosneft serta Saudi Aramco merupakan hal positif. Tidak hanya akan membantu dalam meringankan pendanaan, tapi juga menjamin pasokan minyak mentah kebutuhan kilang.
“Modal jadi ringan dan bahan baku crude mereka yang menyediakan. Kalau kilangnya sudah jadi sangat mengurangi biaya untuk impor BBM,” ungkap Djoko.
Pemerintah telah menunjuk Rosneft, perusahaan minyak asal Rusia untuk menjadi mitra Pertamina membangun kilang minyak berkapasitas 320 ribu barel per hari di Tuban, Jawa Timur, dengan total investasi sebesar 13 miliar dolar AS. Selain bekerja sama untuk dapat membangun kilang minyak di Tuban, Rosneft juga berkomitmen agar Pertamina dapat berperan serta dalam penambangan minyak di Rusia untuk kemudian dibawa ke Indonesia sebagai cadangan minyak nasional.
Selain itu, Pertamina juga menjalin kerja sama dengan Saudi Aramco untuk mengembangkan Kilang Cilacap dengan nilai investasi 5 miliar dolar AS. Pengembangan kilang Cilacap merupakan bagian dari refinery development masterplan program (RDMP) lima kilang utama, yakni kilang Plaju, Dumai, Cilacap, Balikpapan serta kilang Balongan. Pertamina melalui RDMP menargetkan kapasitas kilang pengolahan minyak meningkat menjadi 1.610.000 barel per hari (bph) pada 2025.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahean mengatakan dengan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) sekitar 47 juta kiloliter (KL) setiap tahunnya atau sekitar 1,6 juta barel per hari, maka tidak heran Indonesia harus mengimpor BBM dan minyak mentah untuk kebutuhan publik.
Produksi siap jual (lifting) minyak yang terus menurun hingga sekarang berkisar di angka 800 ribu barel per hari tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional, belum lagi dari 800 ribuan barel itu setengahnya adalah milik operator sehingga praktis pemerintah sangat defisit antara produksi dan kebutuhan.
Menurut Ferdinand, kapasitas produksi kilang minyak nasional saat ini hanya berkisar 700 ribu-800 ribu barel perhari, dan untuk menutupi kebutuhan nasional maka harus ditutup dengan melakukan impor yang cukup besar. Rata-rata sekitar 50 persen kebutuhan minyak dalam negeri diimpor baik dalam bentuk minyak mentah maupun dalam bentuk produk.
“Angka yang sangat fantastis kita keluarkan setiap tahun untuk impor, ratusan triliun rupiah kita gelontorkan setiap tahun untuk impor kebutuhan minyak nasional,” katanya.
Eksplorasi | Aditya | Antara