Eksplorasi.id – Hari ini, Rabu (18/1), skema kontrak gross split untuk sektor migas mulai berlaku di Tanah Air. Berlakunya skema gross split tersebut berdasarkan peraturan menteri ESDM yang telah diterbitkan.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM berharap skema baru pengganti skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/ PSC) ini bisa membuat investor migas tertarik.
Berdasarkan draf terakhir permen ESDM tersebut, pemerintah menetapkan perubahan split. Semula dalam PSC, belum dipotong pajak, split untuk minyak ditetapkan 85 persen untuk pemerintah dan 15 persen kontraktor. Kini diubah menjadi 70 persen pemerintah dan 30 persen kontraktor.
Kemudian untuk gas, split menjadi 65 persen pemerintah dan 35 persen kontraktor dari semula 70 persen pemerintah dan 30 persen kontraktor.
Djoko Siswanto, direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM, mengatakan, turunnya split pemerintah karena kontraktor menanggung semua biaya produksi migas. “Sebelumnya negara menanggung biaya,” kata dia, Senin (16/1).
Sedangkan jika dipotong pajak, maka split dasar untuk minyak menjadi 57 persen pemerintah dan kontraktor 43 persen. Sementara untuk gas, split menjadi pemerintah 52 persen dan kontraktor 48 persen.
“Bagian kontraktor akan bertambah lagi jika mengerjakan proyek nonkonvensional dan laut dalam. Jika saat eksplorasi ditemukan lapangan nonkonvensional dengan kandungan CBM atau shale gas ditambah sampai 16 persen. Jika di laut dalam hingga di atas 1.000 meter dapat tambahan split sampai 16 persen juga,” jelas dia.
Penjelasan Djoko, tingkat pengembalian modal (internal rate of return/ IRR) kontraktor dengan menggunakan skema gross split sekitar 16 persen, hampir sama dengan IRR cost recovery. “Tapi di gross split kontraktor bisa menghemat biaya perizinan,” ujar dia.
Dikonfirmasi, Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan, pihaknya belum mengetahui rincian dari skema gross split. “Kami belum pernah diterangkan dengan angka itu,” ungkap dia.
Reporter : Samsul