Eksplorasi.id – Kendala perizinan membuat industri migas kesulitan untuk bergerak cepat. Merujuk data SKK Migas saat ini masih ada 341 perizinan yang terbelit tersebar di 17 instansi di berbagai departemen pemerintah pusat dan daerah. Kegiatan industri migas juga terhambat pembebasan lahan
Padahal, jeda waktu jeda waktu antara penemuan cadangan baru sampai tahap produksi minyak dan gas di Indonesia rata-rata masih melampui 10 tahun. Bahkan ada yang membutuhkan waktu 18 tahun untuk bisa memproduksi. Sedangkan, kontrak KKKS (kontraktor kontrak kerjasama) hanya 30 tahun.
“Karena itu banyak KKKS yang kemudian mengajukan perpanjangan kontrak sebab merasa waktu mereka habis untuk mengurus izin dan membebaskan lahan,” kata Sekretaris SKK Migas Budi Agustiono didampingi Kepala SKK Migas Jabanusa Ali Masyhar saat ditemui di Surabaya, Jumat (29/7).
Untuk mempercepat perizinan dalam industru hulu migas, Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas telah mengusulkan mengurangi pintu perizinan, menyederhanakan dan mempercepat tata waktu lewat pembentukan tiga cluster perizinan. Rinciannya, kelompok perizinan tata ruang, kelompok perizinan lingkungan, keselamatan dan keamanan, kelompok perizinan penggunaan sumber daya dan infsrastruktur lainnya.
“SKK Migas melihat penetapan tiga cluster itu percepatan perizinan bisa dilakukan secara efektif. Dalam usulan kami, yang mengurus semua izin SKK Migas dan nanti akan langsung diserahkan kepada BPKM untuk mendapatkan persetujuan,” tambah Kepala Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas Didik S Setyadi.
Didik mencontohkan, pada cluster perizinan tata ruang akan meliputi segala perizinan yang terkait dengan izin prinsip, izin lokasi, IMB dan izin penggunaan jalan. Sementara, cluster lingkungan, keselamatan dan keamanan terdiri izin gangguan (HO), UKL/UPL, amdal, izin pinjam pakai kawasan hutan, izin lingkungan , izin dumping , izin handak dan lain-lain. Sedangkan, cluster perizinan penggunaan sumber daya dan infrastruktur lainnya akan meliputi, antara lain, izin pemanfaatan air sungai, izin perlintasan kereta api, dan izin perairan.
Menurut Didik, yang harus dipahami oleh semua pemangku kepentingan, khususnya aparat negara, kegiatan dalam industri hulu migas adalam kegiatan negara. Contoh paling sederhana, seluruh lahan yang diperuntukkan untuk mendukung kegiatan hulu migas tercatat sebagai aset milik negara cq Menteri Keuangan.
“Jadi lahan-lahan yang dibebaskan dalam kegiatan hulu migas itu adalah aset negara. Tidak ada satupun negara di dunia, kegiatan negara harus mengurus perizinan pada penyelenggara negara. Semestinya, penyelenggara negara cukup melakukan koordinasi dan kemudian membuat ketetapan,” katanya.
Eksplorasi | Aditya