Eksplorasi.id – Tim ahli ekonomi Indonesia Raya Incorporated (IRI) mengusulkan agar pemerintah memberi prioritas kepada para pemerintah daerah seluruh Indonesia baik provinsi, kabupaten ataupun kota untuk ikut memiliki saham PT Freeport Indonesia (FI) pascadivestasi.
Ini sebagai langkah awal pelaksanaan sistem ekonomi berdasarkan Pasal 33 UUD 1945. Melalui langkah ini ada dua tujuan yang ingin dicapai.
Pertama, ‘membumikan’ pasal 33 UUD 1945 itu dalam pencapaian kemakmuran sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia melalui usaha bersama, dan kedua adalah kepemilikan saham bersama.
Berdasarkan konsep IRI ini juga untuk menegaskan, sumberdaya alam merupakan alat strategis pemersatu bangsa. Kekuatan asing yang ingin mengkolonialisasi PTFI tidak hanya berhadapan dengan pemerintah pusat tetapi juga akan berhadapan dengan rakyat seluruh Indonesia.
Pernyataan itu diungkapkan tim ahli IRI kepada media terkait dengan divestasi saham PTFI, Selasa (4/4). Sistem ekonomi IRI diusulkan oleh AM Putut Prabantoro, ketua pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) dan didukung penuh oleh Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD).
Konsep IRI ini oleh Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) diyakini dapat dilaksanakan dan karena sesuai dengan arahan akan segera dibawa kepada pemerintahan Joko Widodo.
Bernaulus Saragih dari Universitas Mulawarman menjelaskan, dikembalikan PTFI ke pemerintah semoga menjadi akhir sebuah polemik dan bukan sebagai awal dari keruwetan baru. Oleh karena itu, pemerintah harus belajar dari pengalaman masa lalu.
“Belajar dari divestasi saham Kaltim Prima Coal, justru negara kehilangan aset yang akhirnya jatuh ke tangan swasta. Pemerintah harus mencegah terjadinya bancakan saham PTFI demi kepentingan non negara ataupun non rakyat,” kata dia.
Konsep IRI. imbuh Bernaulus, sebaiknya diterapkan agar tidak terjadi bancakan saham karena semua pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten atau kota mempunyai hak yang sama untuk menikmati kemakmuran.
Sari Wahyuni dari Universitas Indonesia menjelaskan lebih lanjut, kasus PTFI ini merupakan tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas terhadap investor asing.
Peraturan apapun bisa diubah sejauh untuk kepentingan bangsa Indonesia. Tata kelola PTFI menjadi lebih baik ketika saham divestasi dimiliki oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan kota), dan melibatkan dengan penyertaan modal dari pemerintah seluruh Indonesia.
“Ini merupakan momentum yang sangat baik bagi pemerintah untuk memperbaiki kembali kerjasama antara PTFI dan negara Indonesia demi tercapainya kemakmuran rakyat Indonesia,” ujar dia.
Penjelasan Sari, PTFI juga harus bisa menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tidak hanya mengekploitasi, tetapi juga taat hukum serta peduli terhadap kepentingan pemangku kepentingan terutama pemerintah dan rakyat Indonesia melalui mekanisme IRI.
Sementara itu, Agus Trihatmoko dari Universitas Surakarta menandaskan bahwa, proses pelepasan 51 persen saham PTFI merupakan momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola sumberdaya alam yang selama ini tidak memakmurkan rakyat Indonesia.
Selain dimiliki oleh seluruh pemerintah daerah, saham PTFI juga dijual kepada rakyat yang ber-KTP Indonesia melalui mekanisme pasar saham IRI.
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus dimulai dengan peralihan saham ini. Pemerintah pusat dengan political will-nya, sebaiknya memberlakukan konsep IRI untuk kontrak-kontrak pengelolaan energi dan SDA yang sudah habis,” tegas Agus.
Werry Darta Taifur dari Universitas Andalas menambahkan, negara itu tidak hanya pemerintah pusat tetapi juga pemerintah daerah provinsi, kabupaten, kota dan bahkan desa.
Tantangan yang harus dijawab oleh pemerintah pusat adalah bagaimana mendistribusikan kemakmuran PTFI ini agar ekonomi terbangun secara merata.
“Kalau ingin memperbaiki ketimpangan pembangunan antardaerah dan tidak terperangkap dalam pola yang berlaku selama ini, pemerintah harus mendistribusikan kemakmuran ke daerah dengan aturan yang berkeadilan,” katanya.
Perkawinan BUMN (pusat) dan BUMD (daerah), jelas Werry, di sebuah sumber ekonomi yang kemudian melibatkan penyertaan modal dari pemerintah daerah seluruh Indonesia, sebagaimana merupakan konsep IRI, harusnya bukan suatu halangan.
Selain keempat akademisi tersebut, tim ahli ekonomi IRI yang lain adalah, Mudrajad Kuncoro (Universitas Gadjah Mada), B Isyandi (Universitas Riau), Darsono (Universitas Sebelas Maret), dan Djoko Mursinto (Universitas Airlangga).
Kemudian, Tulus Tambunan (Universitas Trisakti), Munawar Ismail (Universitas Brawijaya), Syamsudin (Universitas Muhammadiyah Surakarta), serta D Wahyu Ariani (Universitas Kristen Maranatha Bandung).
Lainnya, Y Sri Susilo (Universitas Atma Jaya Yogyakarta) dan Winata Wira (Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kepri).
Reporter : Samsul