Eksplorasi.id – Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No 79/2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan (Cost Recovery) dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas)
Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyebut, revisi PP No 79/2010 itu melingkupi beberapa hal.
Pertama, diberikan fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi yaitu, PPN impor dan bea masuk serta PPN dalam negeri dan PBB.
Kedua, diberikan fasilitas perpajakan pada masa eksploitasi yaitu, PPN impor dan bea masuk PPN dalam negeri dan PBB (hanya dalam rangka pertimbangan keekonomian proyek).
Ketiga, pembebasan PPh pemotongan atas pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing) oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya overhead kantor pusat.
Keempat, pemberian fasilitas perpajakan tersebut diatur dalam Peraturan Menterian Keuangan. Kelima, adanya kejelasan fasilitas-fasilitas non fiskal (investment credit, depresiasi dipercepat, DMO Holiday).
Keenam, konsep bagi hasil penerimaan negara menggunakan skema sliding scale di mana pemerintah mendapatkan bagi hasil yang lebih apabila harga minyak meningkat secara sangat tinggi di mana terjadi windfall profit.
Sri Mulyani berharap, dengan adanya revisi PP No 79/2010 ini kegiatan sektor hulu migas akan menjadi lebih menarik. Dia menambahkan, berdasarkan kalkulasi dari tim untuk membandingkan rezim PP No 79/2010 apabila berbagai fasilitas insentif tersebut diterapkan, maka nilai keekonomian proyek akan meningkat, yaitu internal rate of return (IRR) naik dari 11,59 persen menjadi 15,16 persen.
“Dengan adanya dukungan pemberian fasilitas perpajakan maupun non perpajakan di masa eksplorasi dan sebagainya, diharapkan sektor hulu migas akan lebih atraktif, sehingga muncul investor dengan investasi baru yang pada akhirnya akan menaikkan produksi minyak di Indonesia,” kata dia.
Reporter : Ponco Sulaksono