Eksplorasi.id – Serikat Pekerja PT PLN (Persero) menolak dengan tegas harga jual listrik Rp/kWh produksi PLTMH yang lebih mahal dari yang telah ditetapkan PT PLN (Persero), serta lebih mahal dibanding harga listrik dari batu bara yang hanya Rp 800 – 900/kWh. Sehingga membebani PLN dan rakyat Indonesia. Yang membuat negara dan rakyat bangsa ini semakin menderita.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PLN, Jumadis Abda dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
Sementara Pemerintah melalui Kementerian ESDM memaksa PT PLN (Persero) membeli sesuai Permen ESDM 19/2015 karena dalam beleid tersebut Feed in Tarif listrik Mikro Hidro
Rp 1.560-2.080/kWh.
“Juga di atas tarif listrik yang dijual PLN ke pelanggan rumah tangga, yaitu Rp 450-1.350/kWh. Keuangan PLN akan terbebani bila harus membeli listrik mikro hidro dengan harga sebesar itu,” tuturnya.
Sebelumnya Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Rida Mulyana menyatakan, Pemerintah sebetulnya telah menyiapkan tambahan subsidi listrik dalam APBN-P 2016 untuk menutup selisih antara harga listrik mikro hidro yang dibeli PLN dari pengembang PLTMH dengan harga jual listrik PLN ke pelanggan.
Terjadi kontradiksi perlakuan subsidi dari Pemerintah kepada PT PLN (Persero) dan kepada ‘investor’. Kepada PT PLN (Persero) selalu ada penekanan efisiensi, sedangkan kepada ‘investor’ justru tidak masalah menggunakan dana subsidi, sekedar mengikuti keinginan investor mengenai harga beli KWh.
“Seharusnya pola berfikir keberpihakan kepada ‘investor’ harus dirubah. Harusnya pro rakyat karena subsidi adalah uang rakyat,” tukasnya.
Apalagi faktanya sampai saat ini besaran subsidi yang diberikan pemerintah pada ‘investor’ itu melalui tangan PLN untuk listrik mikro hidro juga belum disepakati, masih ada perbedaan perhitungan antara ESDM dan PLN.
Namun Pemerintah jangan lupa, uang subsidi itu juga uang rakyat. Tidak sepatutnya subsidi listrik untuk menguntungkan segilintir oknum dan pengusaha. Bahkan ‘subsidi listrik’ untuk investor itu sebaiknya digunakan untuk masyarakat secara langsung untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat Indonesia yang masih banyak di bawah garis kemiskinan. Atau dengan menugaskan PT PLN (Persero) dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk menambah kapasitas pembangkit listrik, mengurangi krisis listrik di daerah-daerah dan meningkatkan rasio elektrifikasi khususnya di Indonesia Bagian Timur.
Jumanis mengungkapkan, SP PLN menegaskan lagi bukankah sesuai UUD 1945 pasal 33 ayat 2 menyebutkan; Cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Sehingga terasa aneh ‘pemerintah’ melalui ‘Kementerian ESDM’ justeru meng-anak emas-kan perusahaan swasta dengan mengorbankan perusahaan listrik milik negara (PLN) dan rakyat Indonesia.
Setelah berdemo dengan 5000 anggota SP PLN seluruh Indonesia di Istana Negara tanggal 21/4 yang lalu dengan menolak upaya pelemahan PLN, menolak swastanisasi kelistrikan dalam program 35.000 MW, menolak pemecahan PLN di Indonesia Timur dan menuntut pemerintah menurunkan harga gas alam domestik sehingga harga listrik bisa lebih murah, SP PLN merencanakan akan menyuarakan penolakan termasuk intervensi harga PLTMH yang mahal ini yang harus dibeli PLN.
“Untuk itu, SP PLN terpaksa bersuara dengan lebih keras lagi dengan kembali turun ke jalan di Kementerian ESDM Jakarta dalam waktu dekat ini demi masyarakat Indonesia secara keseluruhannya,” katanya.
Termasuk ke Presiden Jokowi di Istana Negara untuk segera mereshufle Sudirman Said sebagai menteri ESDM dan mencopot Rida Mulyana dari Dirjen EBTKE karena arogansi dan kebijakannya terhadap kelistrikan nasional yang merugikan masyarakat dan bangsa Indonesia yang cenderung pro terhadap penguasa dan pengusaha tertentu yang merugikan rakyat.
Eksplorasi | Aditya | Antara