Eksplorasi.id – Konglomerat dan pengusaha sukses Arifin Panigoro tak berhenti melebarkan sayapnya ke bisnis energi. Di kala harga minyak hanya US$ 40 per barel, pria kelahiran Bandung tahun 1945 ini malah membuat kejutan, yakni mengakuisisi 82,2 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara pada Juni 2016.
Akuisisi ini akan disahkan pada RUPS pada 30 September mendatang. Tak berhenti di Newmont, Arifin kembali mengakuisisi 40 persen saham aset dari perusahaan Amerika Serikat di Blok B South Natuna.
“Medco merupakan perusahaan dengan label cost leader. Saat harga US$ 100 per barel, cost kami US$ 25 per barel. Sekarang harga US$ 40 per barel, cost kami US$ 10 per barel,” kata Hilmi Panigoro, Presiden Direktur Medco Energi International Tbk di Jakarta.
Penurunan itu lantaran perusahaan tidak melakukan kegiatan eksplorasi. Selain itu, meminimalkan belanja modal, tapi tidak mengurangi karyawan.
Latar belakang akuisisi tersebut berkaca pada saat harga minyak mentah jatuh dan utang perusahaan sekitar US$ 1,5 miliar. Perusahaan harus berpikir keras menyelamatkan perusahaan. “Apakah menjual aset atau membeli aset. Pilihan akhirnya adalah membeli aset,” kata Hilmi.
Soal opsi membeli aset, Hilmi berdebat panjang selama 1,5 tahun dengan manajemen. Manajemen cenderung konservatif dengan menginginkan utang sekecil mungkin. “Tetapi pemilik harus beda, nah, ketemu di tengah-tengah,” ungkapnya.
Mereka melihat, aset Newmont bagus karena harganya sedang miring. “Yang penting ada kepercayaan dari bank. Alhamdulillah, walau pun utang Medco banyak, dalam history ini kami tidak pernah mengemplang pajak maupun lupa membayar kewajiban kami,” ucap Hilmi.
Tiga bank nasional yakni, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan BNI setuju meminjamkan US$ 750 juta ke Medco, sisanya kas pribadi dan pinjaman luar negeri. Medco berniat mengembangkan bisnis tambang emas di Batu Hijau dan membangun smelter.
Masuknya Medco ke pertambangan emas, tak lepas dari proses transformasi bisnis yang terus dijalankan grup usaha itu. Pada awalnya Medco hanya sebuah perusahaan instalasi listrik, tepatnya pada tahun 1970-an.
Arah bisnis berubah beberapa kali menjadi perusahaan menyediakan pipa, hingga menjadi perusahaan drilling migas. “Tahun 80-an Pak Arifin membeli satu rig. Satu-satunya perusahaan pribumi yang menyediakan jasa pengeboran minyak di atas 1.500 power,” ujar Hilmi
Saat itu, satu rig milik Arifin menjadi klien di Hafco tempat Hilmi bekerja. “Saat itu satu milik Arifin dan tujuh unit milik Parker, perusahaan drilling Amerika.” pungkasnya.
Reporter: Ponco S