EKSPLORASI.id – Berdasarkan hasil riset DBS Group merilis harga minyak dunia berada di kisaran US$60 – US$65 per barel pada tahun depan. Proyeksi ini lebih tinggi ketimbang asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang dipatok sebesar US$48 per barel.
Menurut siaran persnya, Kamis (21/12), proyeksi institusi keuangan yang bermarkas di Singapura itu dibuat usai mempertimbangkan kenaikan permintaan minyak mentah dunia.
“Konsumsi minyak mentah dunia akan naik 1,4 juta-1,5 juta barel per hari (bph) di 2017/2018,” kata Tim Ekonom DBS yang terdiri dari Suvro Sarkar, Pei Hwa Ho, Glenn Ng, William Simadiputra, dan Janice Chua dalam laporan grup bertajuk Regional Industry Focus: Oil and Gas.
Selain itu, terdongkraknya harga minyak juga berkat kesepakatan pemangkasan produksi hingga 1,8 juta bph oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan beberapa negara produsen lainnya, termasuk Rusia, mulai Januari 2017 hingga akhir tahun depan.
Mereka berpendapat, pemangkasan produksi minyak dilakukan untuk mengendalikan pasokan, sehingga harganya dapat terdongkrak.
Sekedar informasi, sejak akhir 2014 silam, harga minyak terus tertekan. Bahkan, harga minyak sempat terjerembab di bawah US$30 per barel di awal tahun lalu.
Sepanjang 2017, harga minyak berhasil merangkak naik hingga ke level di atas US$50 per barel. Namun demikian, harga tersebut masih di bawah level sebelum anjlok yang bisa mencapai US$100 per barel.
Tim ekonom DBS Group menilai, tren kenaikan harga minyak tentunya menggembirakan industri migas dan negara produsen. Sebaliknya, bagi Indonesia, yang dalam beberapa tahun belakangan menjadi negara net importir, kenaikannya akan berdampak terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
DBS Group menyebut peningkatan harga minyak mentah bakal berdampak positif terhadap anggaran pemerintah Indonesia. Pasalnya, pendapatan pajak dan nonpajak dari sektor migas yang diperkirakan mencapai Rp113 triliun masih lebih tinggi 10 persen dibandingkan subsidi energi di 2018.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, setiap kenaikan harga minyak dunia sebesar US$1 per barel di atas asumsi APBN, penerimaan negara berpotensi melonjak Rp700 miliar.
Namun, kenaikan harga minyak tak melulu membawa berkah. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bisa berdampak pada naiknya harga barang pokok yang disebabkan mahalnya biaya produksi.
Melalui Consumer Price Index (CPI), indikator penghitungan tingkat inflasi di suatu negara, sektor transportasi dan listrik menjadi kontributor terbesar dalam menentukan inflasi di Indonesia. Bahkan, mencapai seperempat dari seluruh kategori CPI yang ada.
Alhasil, DBS Group memperkirakan tiap 10 persen kenaikan harga minyak mentah dunia akan berdampak terhadap peningkatan inflasi sebesar 0,6 persen. Hal ini jadi tantangan bagi pemerintah di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing mendorong masuknya investasi.
Tim riset menilai pemberian subsidi untuk mempertahankan harga BBM dan menekan inflasi harus melalui pertimbangan matang, tidak hanya ketersediaan anggaran, tetapi juga dampak bagi upaya pengembangan energi terbarukan.
(SAM)