Eksplorasi.id – Tokoh masyarakat Bombana, Sulawesi Tenggara, Kasrah Jaru Munara (50) mengatakan, keberadaan tambang emas di Kabupaten Bombana hanya memiskinkan warga setempat, terutama yang bermukim di sekitar kawasan tambang.
“Sejak tambang emas Bombana ditemukan tahun 2008, banyak petani yang meninggalkan lahan persawahan beralih menjadi penambang emas tradisional,” katanya di Kendari, ditulis Sabtu (23/4).
Akibatnya kata dia, banyak lahan-lahan sawah milik para petani menjadi terlantar bahkan beralih fungsi menjadi kawasan pertokoan setelah dijual oleh pemilik lahan sawah.
“Dengan tidak terolahnya lahan persawahan, menyebabkan Bombana yang sebelumnya menjadi pemasok pangan beras di wilayah Kabupaten Buton dan Kota Baubau, menjadi kesulitan pangan,” katanya.
Dampaknya yang lebih ujarnya, harga kebutuhan pokok di Bombana mengalami peningkatan yang cukup tinggi yang mendorong terjadinya inflasi yang cukup tinggi pula.
“Bayangkan harga beras yang sebelumnya hanya Rp6.000 sampai Rp7.000 per liter, melonjak sampai Rp11.000 sampai Rp13.000 per liter,” katanya.
Demikian pula dengan makanan instan seperti Indomie kata dia, mengalami kenaikan harga yang luar biasa, yakni dari Rp2.000 per bungkus menjadi Rp5.000 hingga Rp6.000 per bungkus.
“Tingginya harga berbagai kebutuhan itu, menyebabkan daya beli masyarakat yang tidak memiliki akses di pertambangan menjadi rendah,” katanya.
Makanya ujar Kasrah, kehadiran tambang emas di Bombana tidak membawa manfaat apa bagi masyarakat, kecuali hanya memiskinkan warga. terutama yang bermukim di sekitar kawasan tambang.
Menurut dia, untuk mengembalikan Bombana sebagai produsen beras, maka tidak ada pilihan lain kecuali Pemerintah Kabupaten Bombana berkosentrasi membangun insfrastruktur pertanian dengan membuka kembali lahan-lahan persawahan yang potensinya cukup besar.
“Hanya dengan membangun sektor pertanian, tingkat kesejahteraan masyarakat Bombana bisa membaik dari waktu ke waktu,” katanya.
Yudo | Ant