Eksplorasi.id – Beban pengeluaran masyarakat saat Ramadan dipastikan bertambah. Hal itu setelah Perusahaan Listrik Negara (PLN) berancang-ancang menaikkan tarif listrik pada 1 Juni besok. Meski memastikan kenaikan tarif listrik, PLN belum bersedia melansir persentasenya. Dirut PLN Sofyan Basir menyatakan, nilai tukar rupiah yang lemah meningkatkan komponen biaya bahan bakar pembangkit listrik. Untuk mengimbangi kenaikan bahan bakar, PLN harus menyesuaikan harga.
’’Biayanya naik tipis. Sebab, komponen milik kami, yaitu pembangkit listrik yang menggunakan BBM, kecil sekali,’’ ujarnya. Ada tiga faktor yang menentukan besaran tarif dasar listrik (TDL). Yakni, nilai tukar atau kurs, inflasi, dan harga minyak. Nilai tukar menjadi faktor yang besar karena PLN harus membeli listrik dari penyedia swasta atau independent power producer (IPP). ’’Kami bayar ke IPP pakai dolar,’’ terangnya.
Mantan Dirut BRI itu tidak membuka angka pasti besarnya kenaikan TDL bagi 12 golongan pengguna listrik. Meski demikian, pengguna tarif listrik bersubsidi, khususnya pelanggan listrik berdaya 450 VA dan 900 VA, dipastikan masih menggunakan tarif yang lama. Alasannya, PLN tidak ingin pelanggan berspekulasi dengan terburu-buru membeli token listrik prabayar atau justru menundanya.
Sementara itu, PT Pertamina terus menjalin kerja sama dengan perusahaan minyak nasional luar negeri. Kemarin kesepakatan head of agreement (HoA) diteken BUMN energi itu dengan National Iranian Oil Company (NIOC). Isinya, soal jual beli liquefied petroleum gas (LPG/elpiji) refrigerated sebanyak 600 ribu MT. Tanda tangan kesepakatan dilakukan di Teheran, Iran, antara Senior Vice President Integrated Supply Chain Daniel Syahputra Purba dengan Vice Director for International Affairs Petroleum Product Marketing and Operation NIOC Moradi.
Perjanjian itu disaksikan Menteri ESDM Sudirman Said dan Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanggeneh. VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menjelaskan, setelah kesepakatan terjalin, perseroan tinggal menunggu proses pengiriman. Rencananya, elpiji refrigerated akan diantarkan mulai kuartal ketiga 2016. ’’Tahun ini, pengiriman dijadwalkan dua kargo. Sementara itu, tahun depan ada 12 kargo dengan total volume 600 ribu MT,’’ jelasnya.
Dia menambahkan, pembelian itu dilakukan karena kebutuhan elpiji dalam negeri terus meningkat. Saat ini penjualan yang dilakukan perseroan meningkat 13,6 persen dibanding 2015 dengan jumlah riil 7,4 juta MT. Pasokan dari Iran akan meningkatkan ketahanan pasokan elpiji nasional.
’’Selain kesepakatan elpiji, Pertamina dan NIOC juga melanjutkan pembicaraan soal pasokan minyak mentah,’’ imbuhnya.
Setelah memastikan masuk ke bisnis hulu di Rusia melalui Rosneft, Pertamina juga mengincar Iran. Wianda menyebut, peluang kerja sama upstream itu sedang dibicarakan. Dirut Pertamina Dwi Soetjipto saat ditemui di Kementerian BUMN menambahkan, Iran memang menjadi target kerja sama setelah Rosneft. Apalagi, elpiji dan minyak mentah dari Iran relatif murah jika dibandingkan dengan negara lain. Karena itu, perlu ada pembicaraan yang mendalam dengan NIOC. Soal rencana masuk ke sana, Dwi tidak menampik. Alasannya, peluang untuk masuk sudah terbuka.
’’Kami sudah menyampaikan minat itu. Opportunitynya cukup bagus,’’ katanya. Sementara itu, Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam menyatakan, pihaknya sangat tertarik untuk masuk ke bisnis hulu Iran. Soal mekanisme, dia belum bisa menjelaskan dengan terperinci. Namun, sangat mungkin polanya tidak sama seperti yang terjalin dengan Rosneft. ’’Semua masih tahap awal. Tidak tertutup kemungkinan kalau kerja sama dikaitkan dengan bisnis hilir,’’ tuturnya kepada Jawa Pos.
Soal kapan realisasi kerja sama dengan NIOC terjalin, Syamsu tidak memasang target. Sebab, ada proses yang harus dilalui yang mengacu pada SOP (standard operating procedures). ’’Seluruh aspek, teknis, ekonomis, komersial, maupun political risk harus terus dievaluasi sebelum mengambil keputusan final,’’ jelasnya.
Eksplorasi | Aditya | Antara