Eksplorasi.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui investasi minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia kurang menarik. Hal ini terlihat dari tidak lakunya penawaran delapan wilayah kerja migas melalui proses lelang langsung dan reguler sepanjang tahun lalu.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, penyebabnya bukan hanya harga minyak yang rendah saat ini. Penyebab sepinya peminat lelang adalah syarat dan ketentuan yang ditawarkan pemerintah dianggap oleh para kontraktor migas kurang memenuhi nilai keekonomian lapangan.
“Lelang yang tidak laku menunjukkan Indonesia kurang atraktif bagi investor. Banyak investor yang sudah beralih ke tempat-tempat lain, seperti Vietnam,” kata Wiratmaja seperti dikutip dari situs Direktorat Jenderal Migas.
Untuk itu, pemerintah siap membuka diri dan memperbaiki beberapa kebijakan agar investasi migas kembali menarik. Kebijakan membuka diri tersebut, lantara lain memberikan insentif bagi kegiatan usaha migas.
Beberapa insentif yang ditawarkan adalah memperpanjang masa eksplorasi, terutama untuk eksplorasi laut dalam. Sebagai contoh, masa eksplorasi yang sebelumnya maksimal 10 tahun untuk laut dalam bakal diperpanjang menjadi 15 tahun. Insentif lainnya adalah kebijakan fiskal dan mempermudah proses perizinan. “Mereka itu capek mengurusi perizinan, makan waktu,” kata Wiratmaja.
Pemerintah juga berupaya mengubah skema bagi hasil dalam kontrak migas. Ke depan, persentase bagi hasil tidak terbatas menggunakan sistem kontrak bagi hasil, tapi juga Dynamic Split/Sliding Scale Revenue Over Cost (R/C).
Wiratmaja menyadari sistem bagi hasil seperti ini akan menimbulkan kontroversi. Tapi yang terpenting adalah Indonesia dapat memperoleh cadangan migas baru yang besar serta negara tetap mendapatkan keuntungan.
Dewan Penasehat Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menilai, penawaran lelang setiap tahun oleh pemerintah selalu monoton. “Maksudnya monoton itu kualitas datanya masih mentah, belum banyak informasi, jadi tingkat gambling bagi investor besar,” kata dia.
Selain itu, syarat dan ketentuan yang ada di dalam kontrak kurang menarik. Pemerintah sering menentukan besaran bagi hasil yang didapatkan sejak awal. Seharusnya, pemerintah berdiskusi terlebih dahulu dengan investor sebelum menentukan syarat dan ketentuan dalam kontrak.
Belum lagi masalah perizinan. Investor kerap kesulitan mengebor suatu lapangan migas. Langkah pemerintah membentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pun dinilai kurang membantu, karena tidak ada izin untuk industri hulu migas.
Untuk itu, pemerintah sebaiknya memperbaiki semua persoalan tersebut. Kalau tidak dibenahi maka akan mengancam cadangan migas Indonesia. “Dampaknya cadangan migas akan terus turun,” ujar Pri Agung.
Eksplorasi | Aditya | Antara