Eksplorasi.id – Pemerintah Kabupaten Musirawas Utara, Sumatera Selatan, menutup puluhan titik tambang minyak dan gas bumi ilegal yang menjamur di wilayah itu dan dikelola masyarakat secara tradisional.
Wakil Bupati Musirawas Utara H Devi Suhartoni, Sabtu, mengatakan pihaknya telah menurunkan tim terpadu untuk menutup puluhan titik tambang minyak dan gas bumi (migas) tanpa izin itu.
Ia mengatakan keberadaan tambang tanpa izin itu selain akan berdampak pada keselamatan manusia, juga telah merugikan negara dan daerah karena dari sektor pendapatan tidak bisa dipungut oleh pemerintah daerah., “Bila dihitung secara kasar kerugian negara dan daerah akibat tambang migas tanpa izin itu mencapai Rp500 juta per bulan, jumlah itu cukup besar untuk ukuran pendapatan sebagai kabupaten baru seperti Musirawas Utara,” katanya.
Selama ini banyak warga mengajukan kepengurusan izin untuk melegalkan usaha mereka, namun hal itu bukan kewenangan kabupaten tapi izin itu dikeluarkan pusat (SKK) Migas.
Pemerintah daerah sudah menyarankan pengelola sumur tua migas itu membuat badan hukum seperti koperasi dan lainnya, agar bisa dibina bersama SKK Migas, namun saran itu tak digubris dan masih melakukan penambangan ilegal.
Setelah beberapa kali diberikan peringatan terhadap para pengelola tambang sumur tua itu, namun tidak diindahkan bahkan mereka melakukan penambangan dengan mengebor tambang baru di beberapa titik.
Pemerintah Kabupaten Musirawas Utara membentuk tim terpadu dan mengevaluasi jumlah tambang sumur tua dan tambang baru jumlahnya sekitar 80-an titik dan langsung ditutup.
“Kami dari pemerintah daerah sangat setuju melegalkan usaha para penambang tersebut, tapi pelaksanaan teknis dan regulatornya ada di SKK Migas dan tak boleh sembarang izin,” tandasnya.
Secara terpisah Kepala Divisi Penunjang Operasi Bidang Pengendalian Operasi SKK Migas Baris Sitorus mengatakan para penambang harus memiliki izin baik itu mengelola sumur tua maupun mengebor sumur baru secara pribadi.
Ia mengatakan sepanjang tidak ada kerja sama antara pemerintah kabupaten dan SKK Migas, maka aktifitas penambangan ilegal itu masih akan terus berlanjut dan akan berdampak pada Pendapatan Asli daerah (PAD) setempat.
Dalam Permen ESDM Nomor 1 tahun 2008 yang mengatur pengelolaan sumur tua, bahwa kegiatan eksploitasi minyak di sumur tua harus melalui izin pemilik konsesi, kemudian para penambang di sumur tua, dibayar berdasarkan ongkos angkut.
Alasan ongokos angkut yang berada di bawah upah tenaga kerja menjadi penyebab, mengapa mereka mengambil minyak yang bukan hak mereka.
Selain itu, yang perlu menjadi perhatian adalah dampak dari kegiatan tersebut, para pelaku kegiatan ilegal, tidak memperhatikan perlengkapan keselamatan kerja sehingga keselamatan mereka terancam.
Risiko kegiatan pengeboran minyak cukup tinggi, terutama unsur hidrokarbon dari dalam sumur yang bsia menyebabkan kebakaran dan juga kerusakan lingkungan.
Namun para pengelola sumur sumur tua itu, memperlakukan sumur minyak seperti mengolah air biasa, padahal sebaiknya kegiatan pengeboran minyak di sumur tua dilakukan oleh Koperasi atau Badan Usaha Daerah sehingga mudah untuk dilakukan pengawasan, karena ada penanggungjawab serta izin juga sertifikasi.
SKK migas, katanya sampai saat ini terus melakukan upaya sosialisasi dan kerja sama dengan aparat keamanan juga pemegang konsesi terkait dampak dari kegiatan eksploitasi migas yang tidak memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
Berbagai persoalan tersebut diharapkan bisa dimasukan dalam revisi Undang-Undang migas yang kini sedang digodok sehinggga kegiatan illegal drilling atau illegal tapping bisa diminimalisir, ujarnya.
Eksplorasi | Aditya | Antara