Eksplorasi.id – Komite Eksplorasi Nasional (KEN) mengusulkan pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas. Beleid ini dinilai kurang menguntungkan bagi dunia usaha.
“KEN menilai bahwa PP ini bersifat disinsentif terhadap upaya eksplorasi dan berdampak negatif bagi iklim investasi di sektor hulu migas secara keseluruhan,” kata Ketua Komite Eksplorasi Nasional (KEN), Andang Bachtiar di Jakarta, dikutip dalam keterangan yang diterima Dream, Jakarta, Kamis 4 Agustus 2016.
Andang menjelaskan, lembaganya setidaknya telah menemukan 12 masalah dasar dalam industri hulu Migas khususnya terkait aturan dalam PP tersebut. KEN juga telah merumuskan solusi untuk persoalan tersebut.
Dikatakan bahwa timbulnya pajak-pajak baru dan kenaikan tarif pajak sangat membebani kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). KKKS ini juga tidak diperkenankam untuk menggunakan tarif pajak sesuai dengan tax treaty juga memberikan sinyal negatif terhadap kepastian hukum.
“Direkomendasikan agar rezim perpajakan kegiatan hulu Migas dikembalikan kepada prinsip Assumed and Discharged sehingga terhadap semua pajak, pajak tidak langsung, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung dan/atau dibayarkan oleh pemerintah, tax treaty dihormati, kegiatan eksplorasi dibebaskan dari segala jenis pajak dan cukai, dan penggunaan fasilitas bersama dan/atau cost sharing tidak dikenakan PPN,” kata dia.
Tak hanya itu, masalah lain dari PP ini adalah pembatasan terhadap pengeluaran yang berhubungan dengan operasi migas. KEN menyarankan pasal 12 dan 13 yang ada dalam PP tersebut diperbaikin sehingga biaya operasi migas menjadi biaya nyata dan disetujui oleh SKK Migas menjadi biaya yang dapat dikembalikan cost recoverable) dan tax deductible (pengurang pajak).
Lalu, KEN juga meminta ada insentif untuk hulu migas, terutama untuk wilayah kerja yang ada di daerah perbatasan dan laut dalam. Selama ini sektor-sektor tersebut tidak diberikan insentif khusus.
“KEN mengusulkan agar diberikan insentif khusus terhadap kegiatan migas marginal, daerah perbatasan dan laut dalam sehingga potensi migas pada wilayah tersebut dapat diproduksikan. Insentif antara lain berupa, investment credit, DMO fee full price, accelerated depreciation, tax holiday, dan lain-lain,” kata dia.
Andang mengatakan rekomendasi atas 12 masalah ini masih dibahas oleh KEN dengan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.
Moneter | Aditya