Eksplorasi.id – Manajemen PT Pertamina (Persero) ternyata sudah sejak lama ‘ingin’ membuka keran impor gas. Impor gas katanya diperlukan untuk memperkuat bisnis gas perseroan di dalam negeri.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Eksplorasi.id, perusahaan migas pelat merah tersebut berencana meningkatkan kemampuannya pada seluruh mata rantai bisnis gas secara terintegrasi.
Bahkan, pada acara business meeting di ajang World Gas Conference 2015 di Paris, Prancis, Dirut Pertamina Dwi Soetjipto pernah berkomentar bahwa bisnis gas Pertamina ke depan akan lebih dominan dibandingkan dengan kondisi saat ini.
Bahkan dia mengungkapkan, untuk memastikan prospek bisnis tersebut dapat dioptimalkan ke depannya, Pertamina dan anak usaha di sektor gas saat ini agresif membangun infrastruktur gas alam di Tanah Air.
Data tahun lalu, dari dalam negeri, Pertamina konon telah memproduksi gas sebanyak 1,63 miliar kaki kubik per hari. Perseroan pun telah memeroleh sejumlah alokasi gas.
Sebut saja dari gas dalam bentuk pipa gas dari Jambaran-Tiung Biru dan Terang Sirasun Batur maupun dalam bentuk LNG domestik dari Bontang maupun Tangguh.
Adapun, dari sumber luar negeri, Pertamina mendapatkan kepastikan pasokan impor LNG dari Cheniere Corpus Christi, Amerika Serikat (AS) sebanyak 1,5 juta ton mulai 2019 selama 20 tahun, juga dari Afrika sebanyak satu juta ton per tahun, mulai 2020 untuk jangka waktu 20 tahun.
Selain dari AS dan Afrika, manajemen Pertamina pada April 2009 juga mengungkapkan bahwa perseroan ternyata juga telah meneken kontrak pembelian LNG dengan Woodside Petroleum Ltd, perusahaan distributor atau trader gas yang melayani Australia, Asia Pasifik, Amerika Latin dan Afrika.
Pihak Pertamina mengakui telah meneken pokok perjanjian (Head of Agreement/HoA) jual beli gas dengan anak usaha Woodside Petroleum Ltd, perusahaan asal Australia. Anak usaha Woodside yang meneken HoA itu adalah Woodside Energy Trading Singapore Pte.
LNG tersebut juga akan dipasok pada 2019. Woodside akan memasok LNG kepada Pertamina selama 15 hingga 20 tahun dengan volume sebanyak 0,5 juta sampai satu juta ton per tahun (million ton per annum/MTPA).
Bahkan, pada medio Februari, Pertamina juga meneken perjanjian jual beli LNG dengan Total, perusahaan Prancis. Volume pasokannya sebesar 0,4 juta sampai satu juta ton per tahun. Total akan memasok selama 15 tahun mulai dari 2020.
Sementara data Kementerian ESDM menyebutkan, pemerintah memproyeksikan Indonesia akan mengimpor gas sebanyak 1.777 MMscfd pada 2019 dan terus meningkat hingga mencapai 3.267 MMscfd pada 2030.
Di satu sisi, Kementerian ESDM juga memprediksi tidak semua LNG akan laku terjual pada tahun ini. Kabarnya, akan ada 10,40 kargo gas yang tidak dapat terserap.
Konon, kargo tersebut berasal dari Kilang Bontang di Kalimantan Timur. Sementara, dalam catatan neraca LNG 2016 Kementerian ESDM, Kilang Bontang akan memproduksi 152,5 kargo LNG pada tahun ini.
Sekedar informasi, dari 152,5 kargo yang berasal dari Kilang Bontang, sebanyak 90,60 kargo untuk ekspor yang sudah berkontrak. Sedangkan 17 kargo lainnya yang untuk domestik juga sudah berkontrak.
Kemudian, sisa kargo yang sudah berkontrak tersebut, sebanyak 14,50 kargo akan dijual ke domestik. Berdasarkan perhitungan tersebut, akan tersisa 30,40 kargo yang tidak terserap. Namun, dari 30,40 kargo yang tidak terserap, sebanyak 20,00 kargo diusulkan untuk diekspor. Sisanya ada 10,40 kargo yang tidak laku terjual.
Reporter : Diaz