Eksplorasi.id – Di tengah menurunnya pertumbuhan ekonomi kawasan Asia, Indonesia yang memiliki pasar semen besar dan prospektif menjadi incaran perusahaan-perusahaan negara tetangga seperti Thailand dan RRT. Ruang pertumbuhan penjualan semen masih besar, karena konsumsi semen dalam negeri baru 241 kg per kapita per tahun, jauh di bawah rata-rata negara Asean yang lain sebesar 400 kg. Apalagi, pemerintahan Joko Widodo kini gencar membangun infrastruktur yang membutuhkan banyak semen.
Selama ini, kebutuhan konsumsi yang meningkat dapat dipenuhi dari hasil produksi pabrik semen dalam negeri, bahkan sekitar 10 tahun terakhir kita bisa melakukan ekspor berkisar 0,21 juta-7,7 juta ton per tahun. Namun demikian, harga semen Indonesia masih terbilang tinggi. Potensi keuntungan yang masih tebal tersebut plus telah diberlakukannya pasar bebas Asean maupun Asean-Tiongkok membuat perusahaan semen dari Thailand maupun RTT masuk ke Indonesia.
Menyusul perusahaan semen Thailand yang terus berekspansi di Indonesia, kini masuk CNBM dari Tiongkok dan Lucky Cement Taiwan yang berpatungan dengan perusahaan Indonesia, Fajar Semen Barru. Selain itu, ada Ultratech asal India yang tergiur masuk industri semen nasional yang berprospek cerah ini.
Demikian rangkuman keterangan Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Widodo Santoso, Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Tbk (SI) Agung Wiharto, analis Trimegah Securities Jennifer Yapply, serta analis Ciptadana Securities Andre Susanto. Mereka memberikan keterangan secara terpisah di Jakarta belum lama ini. “Meski demikian, pemerintah perlu memproteksi pasar semen domestik dari serbuan produk impor. Sebab, kapasitas terpasang industri semen nasional saat ini sudah sangat besar. Awal tahun ini, sebanyak empat pabrik baru semen berkapasitas 14 juta ton per tahun beroperasi,” tutur Widodo, Selasa (26/4).
Eksplorasi | Beritasatu | Aditya