Eksplorasi.id – PT Pertamina (Persero) ternyata diketahui tidak memiliki hak eksklusif dalam pembangunan proyek kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur. Proyek tersebut akan tetap melibatkan perusahaan swasta.
Hal itu diungkapkan oleh Rainier Hariyanto selaku direktur Program Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) di Jakarta, belum lama ini.
“Proyek kilang minyak Bontang tetap melibatkan swasta. Skema kerja sama pemerintah dan swasta (KPBU) dalam pelaksanaan proyek tersebut tetap dipertahankan. Keputusan ini sudah diambil dalam Rapat Koordinasi KPPIP di kantor Menko Perekonomian pada Jumat (11/11),” kata dia.
Sebelumnya muncul wacana dari Menteri ESDM Ignasius Jonan soal percepatan pembangunan kilang Bontang salah satu caranya dengan mengubah skema proyek.
Jonan ingin skema yang tadinya Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) alias Public Private Partnership (PPP) diubah menjadi penugasan untuk PT Pertamina (Persero).
Direktur Utama Pertamina Dwi Sutjipto juga pernah berkomentar, skema pembangunan kilang Bontan akan diubah seperti skema pembangunan kilang Tuban, Jawa Timur di mana Pertamina menggandeng Rosneft.
Rachmat Hardadi, direktur Pengolahan Pertamina mengatakan, perubahan skema itu tidak sampai mengubah peraturan presiden tentang kilang. Cukup memberikan penugasan khusus kepada Pertamina untuk menjalankan proyek itu.
Rainier Hariyanto berkomentar, KPPIP terpaksa membuat keputusan tegas karena sebelumnya ada informasi diubah menjadi penugasan, dan hal itu mengganggu proses, mengingat saat ini sedang dalam proses mencari transaction advisor.
Sekretaris KPPIP Wahyu Utomo menambahkan, penetapan skema KPBU untuk kilang Bontang dilakukan karena pemerintah melihat Pertamina tidak memiliki dana yang cukup untuk menjalankan proyek tersebut.
Sekedar informasi, megaproyek tersebut membutuhkan dana investasi kurang lebih USD 12 miliar atau setara Rp 159,4 triliun (kurs Rp 13.200). Jika proyek tersebut berubah skema menjadi penugasan Pertamina, maka perseroan mesti menyiapkan dana sekitar USD 3 miliar (Rp 39,9 triliun) hingga USD 4 miliar (Rp 53,2 triliun). Dana sebesar itu mesti disiapkan hingga proyek selesai pada 2022-2023.
Reporter : Samsul