Eksplorasi.id – Head of Corporate Communication PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum, Rendi Achmad Witular menyatakan, bank asing tidak akan mendapatkan saham PT Freeport Indonesia jika pihaknya tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjamkan.
“Jaminannya hanya potensi bisnisnya,” ujarnya di Jakarta, Senin (23/7).
Hal itu terkait keberhasilan pemerintah mengakuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia oleh PT Indonesia Asahan Alumunium atau Inalum (Persero).
Namun, dibalik akuisisi tersebut, sebagian pelaku pasar meragukan kemampuan Inalum bisa melunasi utang pinjaman sindikasi perbankan asing dalam mendanai akuisisi tersebut.
Ia menyakini, pihaknya mampu mengembalikan dana pinjaman tersebut. Sebab, total pendapatan Inalum hingga akhir 2017 mencapai Rp 47,18 triliun, EBITDA Rp 12,3 triliun. Kemudian laba bersih Rp 6,8 triliun dan total aset mencapai Rp 93,2 triliun.
“Finansial Inalum sangat mampu. Secara konsolidasi cash flow Inalum mencapai Rp 16,14 triliun dan di kuartal I 2018 naik menjadi Rp 20 triliun,” kata Rendi.
Informasi saja, total dana yang diperlukan untuk divestasi 51% saham Freeport adalah US$ 3,85 miliar atau setara Rp 55,44 triliun dengan perhitungan kurs Rp 14.400 per dollar AS.
Dari total US$ 3,85 miliar, sebanyak US$ 3,5 miliar akan digunakan untuk mengambil Participating Interest (PI) Rio Tinto di PTFI yang kemudian dikonversi jadi saham. Sedangkan US$ 350 juta sisanya untuk mengambil 100 saham FCX ( Freeport McMoran Incorporated) di PT Indocopper Investama yang memiliki 9,36% saham di PTFI.
“Tidak ada kongkalikong atau ada dana modal asing yang masuk melalui perusahaan (private equity),” tegas Rendi.
Rendi menambahkan, seluruh pinjaman akan berasal dari bank asing. Namun, untuk jumlah bank maupun jumlah pinjaman masih belum bisa dipublikasikan ke masyarakat.
“Sekarang belum bisa kami ungkap berapanya, yang jelas kan kalau bank asing ini ada interest di kami. Kan, berarti memberikan optimisme, ini transaksi yang menarik bagi mereka,”ungkapnya.
Namun, ia belum bisa mengungkapkan, bank mana saja yang dipilih pihaknya untuk melakukan pinjaman.
Adapun, transparansi yang selama ini dijunjung tinggi oleh PT Inalum, menurutnya, adalah terkait dengan tata kelola perusahaan, bukan soal proses negosiasi termasuk pinjaman perbankan.
“Transparansi yang saya maksud itu bukan transparansi proses negosiasinya. Yang saya maksudkan transparansi governance-nya,” tegas Rendi.
(SAM)