Eksplorasi.id – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi atas ketentuan dalam Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Uji materi itu diajukan tiga perusahaan pengguna alat berat.
“Mengadili, menyatakan mengabulkan permohonan para pemohon,” ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (31/3).
Mahkamah menilai, alat berat adalah kendaraan atau peralatan yang digerakkan oleh motor, namun bukan kendaraan bermotor dalam pengertian yang diatur oleh UU LLAJ.
“Setidaknya terhadap alat berat tidak dikenai persyaratan yang sama dengan persyaratan bagi kendaraan bermotor pada umumnya yang beroperasi di jalan raya, yaitu sepeda motor dan mobil,” ujar Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.
Mahkamah dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa alat berat memiliki spesifikasi beragam yang sangat tergantung pada peruntukannya atau tujuan penggunaanya.
Selain itu, cara mengoperasikan alat berat juga sangat berbeda dengan pengoperasian kendaraan bermotor yang digunakan sebagai moda transportasi.
Dengan demikian, Mahkamah kemudian berpendapat bahwa pengaturan alat berat sebagai kendaraan bermotor seharusnya dikecualikan dari UU LLAJ.
ASPINDO sebagai wadah pengusaha pertambangan seluruh Indonesia dan juga ikut berjuang untuk mereview keputusan mengatakan bahwa bukan berarti pengusaha tidak mau membayar pajak.
“Bukan seperti itu (tidak mau membayar pajak), tetapi bukan suatu tindakan yang bijak bila menempatkan pajak kendaraan bermotor pada alat berat,” ujar Cahyono Imawan, saksi pemohon sekaligus ketua ASPINDO.
Sebelumnya, tiga pemohon, yaitu PT. Tunas Jaya Pratama, PT. Multi Prima Universal, dan PT. Marga Maju Mapan, berpendapat bahwa ketentuan a quo telah menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum karena telah menempatkan alat berat seperti bulodzer, traktor, mesin gilas, crane, excavator, dan crane sebagai kendaraan bermotor.
Pemohon menilai bahwa alat berat merupakan alat produksi yang memiliki jenis yang beraneka ragam yang tidak mungkin disamakan dengan kendaraan bermotor sebagai moda transportasi.
Namun, dalam ketentuan a quo alat berat diatur dengan regulasi yang sama dengan kendaraan bermotor, sehingga pemohon diwajibkan untuk melakukan uji tipe dan uji berkala selayaknya kendaraan bermotor lainnya.
Dengan keputusan MK ini, diharapkan pemangku kepentingan dapat bersikap adil dan tidak membebankan pelaku usaha dengan peraturan yang kontra produktif dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Eksplorasi | Aditya