Eksplorasi.id – Indonesia diperkirakan memiliki potensi sumber daya migas mencapai 160 miliar barel minyak ekivalen. Saat ini, cadangan minyak di tempat terbukti berjumlah 45 miliar barel yang terdiri dari cadangan terambil atau recoverable reserve (RR) 3,2 miliar barel plus cadangan tidak terambil atau unrecoverable reserve sekitar 44 miliar barel.
Tanpa ada peningkatan volume cadangan ditempat (terbukti dan terambil), maka cadangan terambil saat ini dengan laju pengurasan atau produksi minyak sekitar 800 ribu barel per hari, akan habis dalam jangka waktu sekitar 11–12 tahun.
Peningkatan cadangan migas dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan meningkatkan kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan temuan cadangan minyak baru. Kedua, dengan metoda rekayasa reservoir atau EOR untuk meningkatkan volume cadangan terambil atau meningkatkan prosentase RR dari cadangan unrecoverable reserves.
Kegiatan eksplorasi migas di Indonesia telah dilakukan sejak 130 tahun yang lalu dan mencapai puncaknya saat diberlakukannya sistim PSC atau bagi hasil pada akhir 1960-an yang berhasil mencapai produksi 1,6 juta barel per hari pada 1977.
Saat ini meskipun dengan jumlah blok migas yang hampir tiga kali lipat daripada ketika produksi minyak nasional mencapai lebih dari 1,5 juta barel per hari, namun kegiatan eksplorasi lebih rendah, khususnya kegiatan pemboran eksplorasi.
Ini berakibat pada volume minyak yang dikuras lebih rendah daripada volume minyak dari hasil penemuan cadangan baru. Penemuan terakhir cadangan minyak terbesar terjadi di Blok Cepu pada 1992 dengan cadangan ditempat sekitar satu miliar barel.
Ada tiga faktor utama yang menentukan tinggi rendahnya aktivitas kegiatan eksplorasi migas. Pertama, ketersediaan kelengkapan data geologi, geofisika dan reservoir (GGR). Kedua, kemampuan finansial K3S. Ketiga, jangka waktu proses persetujuan perizinan-perizinan dan birokrasi lainnya.
Dengan kata lain, andaipun seluruh perizinan dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat, K3S memiliki kemampuan finansial, namun jika data GGR-nya sangat minim, kegiatan eksplorasi akan memakan waktu yang lama.
Atau juga seandainya proses perizinan diberikan dengan cepat, data GGR juga lengkap, namun jika K3S nya tidak memiliki kemampuan finansial, tetap saja kegiatan eksplorasi tidak akan terealisasikan.
Begitu pula jika data GGR lengkap, K3S memiliki kemampuan finansial, namun jika proses perizinan serta aturan birokrasi lainnya sangat banyak dan bertele–tele, maka kegiatan eksplorasi migas akan sulit terealisasikan.
Sebelum berlakunya UU Migas N0 22/2001, PT Pertamina (Persero) bekerjasama dengan reputable international consultant melakukan studi GGR atau multiclient study di cekungan atau wilayah-wilayah yang akan ditawarkan.
Sehingga blok–blok migas yang ditawarkan telah memiliki data GGR yang komprehensif untuk memudahkan, mempercepat kegiatan eksplorasi dan menurunkan risiko kegagalan eksplorasi.
Beberapa multiclient study yang telah dilakukan contohnya akhir 1970-an sampai awal 1980-an adalah, BEICIP–Prancis yang melakukan kajian di cekungan Sumatera Selatan yang hasilnya ditemukannya beberapa lapangan migas yang cukup besar di Blok Jabung, Blok Koridor dll.
Kemudian, kajian cekungan Jawatimur Utara pada 1986 oleh Robertson Reserach–Inggris, hasilnya penemuan lapangan migas di Blok Cepu oleh Humpuss Patra Gas. Berikutnya, kajian CoreLab di Papua pada 1999 berhasil memberikan gambaran prospek penamuan lapangan migas di cekungan Bintuni oleh Genting Oil dll.
Cadangan di tempat yang berpeluang untuk dijadikan RR sekitar 19,6 miliar. Meningkatkan cadangan migas terambil atau RR bisa dilakukan dengan rekayasa reservoir atau EOR untuk meningkatkan prosentase cadangan terambil dari cadangan di tempat.
Caltex atau PT Chevron Pacific Indonesia melakukan rekayasa reservoir dengan metoda steam flooding di Lapangan Duri–Sumatera tengah yang telah dilakukan kajian sejak 1975, berhasil meningkatan RF dari antara delapan hingga 11 persen menjadi sekitar 50 persen, dan mencapai puncak produksi sebesar 285 ribu barel pada 1995 yang merupakan puncak produksi minyak nasional kedua.
Perusahaan Petrochina melakukan rekayasa reservoir berkesinambungan di Lapangan Daqing–Chinayang ditemukan pada 1959, dengan cadangan minyak di tempat sekitar 16 miliar secara berkesinambungan.
Dengan usaha rekayasa reservoir berkesinambungan artinya secara terus menerus meningkatkan prosentase recoverable reserve, saat ini Lapangan Daqing masih mampu berproduksi sekitar 1 juta barel per hari.
Dengan demikian, peningkatan kegiatan eksplorasi di lapangan-lapangan lama dengan teknologi baru, di blok–blok migas frontier dengan teknologi lama dan teknologi baru, akan mampu meningkatkan penemuan cadangan migas baru.
Rekayasa reservoir di lapangan–lapangan minyak eksisting akan mampu meningkatkan cadangan minyak terambil dalam rangka meningkatkan produksi minyak nasional, tentunya kedua hal ini akan berjalan dengan didukung oleh aturan–aturan birokrasi dan proses-proses perizinan yang tidak membebani dan prosesnya yang singkat.
Oleh : Haposan Napitupulu, Ph.D*
*Penulis adalah praktisi migas dan mantan Deputi Perencanaan BP Migas
Penerapan EOR diberbagai lapangan adalah cara relative rendah resiko dan mudah untuk meningkatkan cadangan terbukti negara. EOR dilakukan pada lapangan yang minyaknya telah terbukti ada, tinggal memilih metode yang tepat untuk meningkatkan perolehan cadangan. Ditingkat study dan pilot jangan terlalu banyak pembuat keputusan, skkmigas, turut campur biarlah domain teknologi, study merupakan domain operator yang lebih banyak tahu dan mengenal lapangan. Malah harus mendorong pelaku bisnis bersedia mencobanya. Scheme pengembangan EOR dilakukan terintegrasi sambil mengembangkan teknologi yang terkait.