Eksplorasi.id – Kontrak bagi hasil (production sharing contract/ PSC) Blok Rokan yang selama ini dikelola PT Chevron Pacific Indonesia akan berakhir empat tahun lagi, atau tepatnya pada 8 September 2021.
Chevron sudah memegang kontrak Blok Rokan sejak 1971 atau sudah sekitar 46 tahun hingga saat ini. Blok Rokan masuk kategori sebagai ladang minyak terbesar di Tanah Air. Chevron pada akhir tahun lalu telah berkirim surat kepada Kementerian ESDM untuk mengajukan permohonan perpanjangan kontrak.
Namun, selain Chevron,ada sejumlah instansi/ perusahaan yang juga berminat mengelola blok tersebut pasca-2021, seperti PT Pertamina (Persero) dan BUMD milik Pemerintah Provinsi Riau.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, pemerintah saat ini masih mempertimbangkan berbagai hal. Pasalnya, keputusan terkait Blok Rokan mesti dibuat secara hati-hati dan cermat.
“Prinsipnya yang paling penting keuntungan untuk negara harus sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Kami sedang mengevaluasi, siapa yang terbaik untuk mengelola Blok Rokan,” dia di Jakarta, Jakarta, Rabu (17/5).
Menurut Archandra, saat ini pemerintah belum memutuskan siapa pengelola Blok Rokan selanjutnya, apakah masih tetap dikelola Chevron atau beralih ke Pertamina atau BUMD. “Blok ini sangat signifikan, keputusan kami harus prudent, harus melihat dari berbagai sisi,” jelas dia,
Sekedar informasi, Indonesia memiliki dua ladang minyak raksasa di Blok Rokan, Riau. Kedua lapangan itu adalah Minas dan Duri. Lapangan Minas telah memproduksi minyak hingga 4,5 miliar barel minyak sejak mulai berproduksi pada 1970-an.
Lapangan Minas adalah lapangan minyak terbesar di Asia Tenggara. Semula, saat Lapangan Minas masih berjaya, lapangan itu bisa memproduksi minyak hingga di atas satu juta barel per hari (bph).
Saat ini, produksi dari Lapangan Minas telah susut hingga menjadi 45 ribu bph. Kemudian Lapangan Duri penghasil minyak mentah unik yang dikenal dengan nama Duri Crude.
Luasan area Blok Rokan mencapai 6.264 km2. Tahun lalu, Blok Rokan masih mampu memproduksi minyak sebanyak 256 ribu bph atau sepertiga dari total produksi minyak nasional saat itu.
Reporter : Sam