Eksplrorasi.id.Rendahnya harga komoditas tambang batu bara membuat sejumlah emiten tergiur akan pendapatan yang dikantongi dari lini bisnis kelistrikan.
PT Maybank Kim Eng Securities memproyeksi tiga emiten tambang batu bara bakal meraup pendapatan US$2,13 miliar setara dengan Rp28,8 triliun pada 2020 dari bisnis setrum.
Sekretaris Perusahaan PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. Joko Pramono mengatakan divisi kelistrikan telah berkontribusi terhadap pendapatan perseroan sejak tahun lalu. Ditargetkan, lima tahun mendatang, sektor listrik dapat berkontribusi 40% terhadap pendapatan perseroan.
“Net profit margin dari bisnis perseroan sampai sekarang menjadi net profit margin tertinggi untuk kawasan domestik sebesar 15%,” katanya kepada Bisnis.com, Selasa (12/4/2016).
Dia menuturkan margin laba bersih yang berhasil diraup emiten pelat merah bersandi PTBA itu dicapai saat harga komoditas tengah merosot. Saat harga komoditas batu bara kembali normal, margin laba bersih mampu mencapai 25%.
Pernyataan pemerintah yang mematok margin bisnis setrum sebesar 15%-25% dinilai tidak dapat dilihat dari salah satu perspektif saja. Proyek pembangkit listrik mulut tambang merupakan program terintegrasi antara divisi pertambangan dan pembangkitan.
Menurutnya, bila pertambangan lebih efisien, tentu harga jual listrik akan semakin murah. Margin dapat diperoleh dari penjualan batu bara yang sudah dipastikan memiliki pembeli tetap dalam jangka panjang.
“Agak sedikit bias dengan kebijakan harga PLTU mulut tambang dengan margin tinggi menjadi enggak efisien, padahal biaya sebenarnya semakin rendah,” katanya.
Saat ini, perseroan melakukan sinergi dengan badan usaha milik negara (BUMN) lain. Bukit Asam menggandeng PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. untuk membangun pembangkit listrik 2×600 MW dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) untuk pembangunan pembangkit 2×150 MW.
Terpisah, Direktur Utama PT United Tractors Tbk. Gidion Hasan, mengatakan lini bisnis kelistrikan diproyeksi dapat berkontribusi terhadap pendapatan perseroan pada 2020.
Emiten berkode saham UNTR itu merangsek ke bisnis listrik dengan membangun PLTU sebesar 2.000 MW. “Kalau hanya satu power plant, relatif masih kecil , belum signifikan,” tuturnya melalui pesan singkat.
Proyek yang menelan investasi senilai US$4 miliar itu didanai dari pinjaman sebesar US$3,2 miiliar. Pada 2020 mendatang, emiten berkode saham UNTR diproyeksi meraup US$828 juta dari kelistrikan dengan laba bersih total US$464 juta.
Dia menegaskan margin yang diatur oleh pemerintah hanyalah untuk PLTU mulut tambang. Bagi PLTU yang tidak dibangun di mulut tambang, hanya perlu melakukan negosiasi dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) selaku pembeli setrum.
Sementara itu, Wakil Presiden Direktur Adaro Power Dharma Djojonegoro, mengatakan divisi kelistrikan PT Adaro Energy Tbk. diproyeksi bakal menyumbang lebih dari 30% pendapatan emiten berkode ADRO tersebut.
Bisnis sentrum mulai berkontribusi pada Adaro saat PT Tanjung Power Indonesia mulai beroperasi pada 2019 dan PT Bhimasena Power Indonesia pada 2020.
Setelah proyek PLTU di Batang sebesar 2×1.000 MW resmi dibangun, perseroan masih akan membidik sekitar 2.000-3.000 MW lagi untuk proyek setrum itu. “Masih kurang sekitar 3.000-4.000 MW dengan investasi sekitar US$8 miliar,” tuturnya.
Paruh pertama tahun ini, perseroan bakal merampungkan pendanaan dua proyek power plant yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang 2×1.000 MW dan PLTU Tanjung Power Indonesia di Kalimantan Selatan 2×100 MW. Kedua proyek itu menyerap investasi US$4,5 miliar.
Mayoritas dana investasi untuk pembangunan power plant berasal dari pinjaman perbankan asing. Dua proyek yang telah siap financial closing itu mendapatkan pinjaman dari bank Singapura dan Jepang sebesar 80% dari total US$4,5 miliar.
Ditargetkan, pembangunan dua proyek tersebut akan rampung pada 2019. Saat rampung nanti, lini bisnis kelistrikan ditargetkan akan memberikan kontribusi 33% terhadap total pendapatan ADRO.
Eksrplorasi.id | Antara| Yudo