Eksplorasi.id – Archandra Tahar resmi diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo dari jabatannya sebagai menteri ESDM.
Melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Presiden memutuskan menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan yang saat ini menjabat sebagai menteri Kementerian Koordinator Kemaritiman sebagai pelaksana tugas (Plt) menteri ESDM.
Jabatan yang diemban oleh Luhut tersebut tampaknya tidak akan berlangsung lama. Sejumlah pihak mendesak Presiden segera menunjuk menteri ESDM definitif pengganti Archandra.
Eksplorasi.id mencoba menjaring sejumlah nama yang dinilai layak untuk menempati posisi orang nomor satu di Kementerian ESDM tersebut.
1. Gde Pradnyana
Adalah lulusan teknik sipil, Institut Teknologi Bandung (ITB), tahun 1984. Pria kelahiran Klungkung, Bali, 28 April 1960, ini dikenal publik luas berkat kiprahnya dalam industri hulu migas Indonesia.
Semenjak awal 2013, Gde sempat menjabat sebagai sekretaris SKK Migas setelah sebelumnya duduk sebagai deputi Pengendalian Operasi pada BP Migas.
Setelah lulus sebagai Sarjana Teknik Sipil dari ITB, Gde menerima beasiswa dari World Bank untuk melanjutkan studi pada Master of Science in Ocean Engineering, University of College, dan berhasil menamatkan program tersebut pada 1988.
Selanjutnya, dia melanjutkan pendidikan ke jenjang doktoral dan berhasil meraih gelar Doctor of Philosophy in Offshore Engineering, University of Oxford, pada 1992.
Gde juga sempat menjadi dosen pada jurusan teknik sipil ITB. Sejak 1992 hingga 2002, Gde mengajar mata kuliah Design of Offshore Structures dan Soil Dynamics and Earthquake Engineering untuk Program Sarjana serta Floating Offshore Structures, Soil-structures Interaction, dan Marine Geotechnique untuk program Pasca Sarjana. Dia juga pernah menulis buku berjudul Nasionalisme Migas yang diterbitkan oleh Nayottama Press Holdings.
2. Martiono Hadianto
Lahir di Semarang, 20 September 1945, dia adalah mantan Presdir PT Newmont Nusa Tenggara. Dia juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia.
Lulus dari SMAB II Semarang, pada 1972 Martiono mendapatkan gelar Sarjana Teknik Kimia dari Institut Teknologi Bandung. Pada 1976, dia melanjutkan studi di University of Oregon, Master, jurusan Business Administration.
Sebelum bekerja di PT Newmont, Martiono pernah menjabat sebagai direktur Keuangan PT Garuda Indonesia, dan komisaris utama PT PLN, serta PT Telkom. Posisi terakhirnya adalah sebagai komisaris utama Pertamina pada 2005, menggantikan Laksamana Sukardi.
Di perusahaan minyak negara itu, Martiono bukan orang baru. Pada 1998 sampai 2000, dia sempat menduduki kursi direktur utama. Martiono pun pernah menjadi direktur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktur Jenderal BUMN.
Dia juga pernah dipilih menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 1992-1997. Sepanjang karirnya dalam tugas-tugas pemerintah maupun sebagai eksekutif BUMN, ia dikenal sebagai trouble shooter.
3. Pramono Anung Wibowo
Lahir di Kediri, Jawa Timur, 11 Juni 1963, dia adalah politikus Indonesia yang menjabat sebagai Sekretaris Kabinet Indonesia sejak 12 Agustus 2015. Ia juga pernah menjadi Wakil Ketua DPR RI mewakili PDI Perjuangan periode 2009 – 2014.
Dia menempuh pendidikan sarjana di Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung dan Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada. Pada 11 Januari 2013, Pramono resmi menyandang gelar doktor Ilmu Komunikasi Politik dari Universitas Padjajaran.
Pramono mengawali karirnya dengan menggeluti dunia bisnis dengan banyak memangku posisi penting, misalnya direktur di PT Tanito Harum (1988-1996) dan PT Vietmindo Energitama (1979-1982), serta komisaris di PT Yudhistira Haka Perkasa (1996-1999). Karir politiknya dirintis dari bawah dengan bergabung menjadi anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Pada 2000, dia berhasil menjabat sebagai Wakil Sekjen DPP PDIP. Tahun 2005, Pramono Anung naik jabatan menjadi Sekretaris Jenderal PDIP.
Sebagai Sekjen PDIP, ia bertugas menggerakkan roda partai hingga ke daerah-daerah. Ia menjadi penggerak untuk memastikan semua organ partai bekerja memenangkan Megawati dalam Pemilu 2009.
4. Lukman Ahmad Mahfoedz
Dia merupakan mantan presiden direktur dan CEO PT Medco Energi Internasional Tbk. Lulusan Institut Teknologi Surabaya dengan gelar Insinyur Teknik Mesin pada 1980 ini telah berkarir lebih dari 30 tahun di berbagai perusahaan di sektor industri migas.
Di Medco, karirnya dimulai sejak 2005 sebagai direktur utama PT Medco E&P Indonesia, dan pada 2008 mulai aktif di MedcoEnergi sebagai corporate project director, posisi yang dijabat hingga diangkat menjadi direktur utama pada Mei 2011.
Lukman juga sempat menjabat sebagai presiden Indonesia President Association (IPA), asosiasi yang beranggotakan perusahaan-perusahaan migas di Indonesia. Dia saat ini duduk sebagai presiden direktur PT Medco Power Generation Indonesia sejak November 2015.
Sejak 2000 hingga 2005, dia pernah menjabat sebagai senior vice president BP Tangguh dengan tanggung jawab untuk mengembangkan proyek Tangguh LNG di Papua. Sebelumnya, pada 1983 hingga 2000, dia pernah bergabung di VICO Indonesia sebagai project management and general support.
5. Fahmy Radhi
Lahir di Solo, Jawa Tengah, 30 Januari 1961, dia adalah seorang pakar di bidang manajemen dan pengajar Indonesia. Dia juga merupakan dosen Fakultas Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.
Fahmi berdarah Banjar dan orang tuanya berasal dari Martapura yang merantau ke Jawa Tengah. Masa kecilnya dia habiskan di daerah Jayengan yang dikenal sebagai permukiman orang Banjar perantauan di Kota Surakarta.
Dia menempuh pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi UGM tahun 1987. Gelar MBA ia peroleh di Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand, tahun 1996 dan gelar PhD diperolehnya tahun 2003 di University of Newcastle, Australia.
6. Dwi Soetjipto
Lahir di Surabaya, 10 November 1955, dia adalah seorang eksekutif Indonesia. Pada 28 November 2014, dia dipilih sebagai direktur Utama PT Pertamina (Persero) menggantikan Karen Agustiawan.
Sebelumnya Dwi menjabat sebagai Direktur Utama PT Semen Indonesia, perusahaan induk usaha semen nasional dengan operasi pabrik terbesar di Asia Tenggara.
Dia menjabat hingga tahun 2014. Dwi sukses melakukan konsolidasi industri semen nasional, dan dia dipandang sebagai bapak pemersatu industri semen Indonesia.
Dwi meraih gelar Doktor Ilmu Manajemen Kekhususan Manajemen Stratejik dari Universitas Indonesia (UI), sebelumnya menyandang gelar Magister Manajemen dari Universitas Andalas Padang, dan gelar Insinyur dari Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
Dwi adalah direktur utama BUMN pertama yang diangkat dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, berdasarkan prinsip meritokrasi.
Menurut Presiden Joko Widodo, Dwi dipilih berdasarkan hasil tes tertinggi di antara kandidat lain, dan dibebani tugas khusus memberantas mafia migas dalam tubuh Pertamina.
Pada 13 Mei 2015, Dwi mengumumkan pembubaran salah satu anak usaha Pertamina yang merugikan, Petral (Pertamina Energy Trading).
Belum setahun setelah dilantik, Oktober 2015, Pertamina dianugerahi ‘Best Downstream Service & Solutions Company’ dan Dwi dianugerahi ‘Asia Best CEO’ dalam Oil and Gas Awards 2015 oleh majalah internasional World Finance.
7. Satya Widya Yudha
Satya berpengalaman lebih dari 25 tahun di industri migas baik di dalam dan luar negeri. Saat ini dia sebagai anggota dewan Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar.
Pada kepengurusan Partai Golkar periode 2016-2019, Satya masuk dalam pengurus harian, sebagai ketua Bidang Sumber Daya Alam.
Lahir di Kediri, Jawa Timur, Satya meraih gelar Sarjana Teknik Kelautan (S1) dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya.
Kemudian, Satya melanjutkan pendidikan ke tingkat Master di Cranfield University School of Industrial and Manufacturing Science di Bedford, United Kingdom dan meraih gelar pascasarjana (MSc) di bidang Oil and Gas Project Quality Management. Dia juga mengikuti Executive Development, dari Blatvanik School of Government, Oxford University.
Satya pernah menjadi director of federal relations and business development untuk Atlantic Richfield Company (ARCO) dan British Petroleum (BP) di Washington DC, Amerika Serikat pada saat BP mengakuisisi ARCO. Selanjutnya dia dipercaya menjadi director of international affairs of BP Plc yang bertugas di London.
Kemudian dia kembali ke Indonesia sebagai vice president BP Indonesia selama dua setengah tahun dan kemudian dipercaya sebagai LNG supply and development director BP Cina di Beijing.
Dari Cina, Satya melanjutkan petualangan karir di BP Vietnam sebagai business strategy director. Karir profesionalnya yang terakhir adalah sebagai perwakilan BP di Vico Indonesia sebagai direktur pengembangan bisnis CBM sampai akhirnya ia memulai perjalanan karir politiknya hingga sekarang di parlemen.
Satya memiliki keahlian dalam bidang geopolitik dan keekonomian energi dengan tinjauan khusus pada Indonesia, Cina dan Vietnam.
Nilai tambahnya adalah kemampuan untuk menggabungkan pengetahuan industri dan pasar energi, dengan keahlian pada geopolitik dan ekonomi energi global dan Asia.
Satya mengkhususkan diri pada ketahanan energi, subsidi energi, hubungan bilateral strategis bidang energi dan penilaian risiko investasi pada sebuah negara. Karena itu, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) beberapa kali mengundangnya sebagai pembicara.
8. Andy Noorsaman Sommeng
Dia dilahirkan pada Oktober 1959 di Jakarta. Sommeng adalah dosen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia sejak 1993.
Pada 1999, dia menjadi Kepala Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia. Dia lulus dengan gelar BSc di Gas dan Petrochemical Engineering dari UI.
Sommeng memeroleh Master di Komputer dan Teknik Kimia dari UTC, Perancis. Dia memegang gelar PhD di Teknik Kimia / Proses dan Komputer dari Ecole Centrale Paris.
Dia juga mengajar banyak mata pelajaran di teknik kimia seperti aplikasi komputer, kriogenik, teknik econmic, dan sintesis dan analisis proses. Kini dia menjabat sebagai kepala BPH Migas.
9. Danny Praditya
Dia lahir di Jakarta pada tanggal 13 September 1978. Menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Indonesia pada 2001 dan S2 di Karlsruhe University of Applied Science, Jerman, tahun 2004.
Saat ini dia menjabat sebagai direktur PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk sejak 8 April 2016. Danny menjadi satu-satunya direksi termuda di PGN, dengan usia menginjak 38 tahun.
Sebelumnya, Danny menjabat direktur utama PT Gagas Energi Indonesia pada 2013 dan menjabat sebagai direktur utama PT Citra Nusantara Gemilang pada tahun 2006-2013.
10. Bob Kamandanu
Dia pernah menjabat sebagai presiden direktur (presdir) dan CEO PT Delma Mining Corporation sejak 2010. Bob juga pernah duduk sebagai presdir dan CEO PT Berau Coal sejak 2006 hingga 2009.
Sebelumnya, dia pun pernah didapuk sebagai presdir dan CEO PT Valuta Pos dari 2002 sampai 2006. Bob juga pernah duduk sebagai direktur Risco Energy Investments Pte Ltd.
Dia memiliki pengalaman pertambangan yang luas dan latar belakang bisnis yang luas dalam memimpin perusahaan multinasional dan perusahaan lokal, seperti di Laidlaw Transit Inc (USA), British American Tobacco, Cigna Worldwide, serta di Chandra Asri Petrochemical Center and Pirelli Cables & Systems.
Dia juga pernah menjabat sebagai presiden komisaris dan komisaris PT Berau Coal Energy Tbk sejak 30 Juni 2014 sebelum digantikan oleh Gandi Sulistiyanto Soeherman. Bob sempat menjabat chairman di Asia Resource Minerals plc (ARMS), serta mantan presiden direktur PT Avra Indonesia.
Sejumlah jabatan lainnya juga pernah dipegang oleh Bob, seperti komisaris independen PT Myoh Technology Tbk, komisaris independen PT Samindo Resources Tbk, direktur Risco Energy Pte Ltd. Dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia.
Bob Kamandanu merupakan lulusan Idaho State University pada 1993 dengan jurusan ilmu teknik. Dia meraih gelar Bachelor of Business Administration dan Master of Business Administration untuk jurusan bisnis keuangan masing-masing pada 1986 dan 1987 dari Oklahoma University, Amerika Serikat.
Eksplorasi | Heri
Comments 3