Eksplorasi.id – Langkah Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina menolak membeli minyak dari rencana penambahan produksi (lifting) dari Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu dikecam sejumlah pihak.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, seharusnya peningkatan lifting minyak di Banyu Urip disambut ISC Pertamina dengan gembira.
Pasalnya, minyak tersebut bisa dimanfaatkan untuk kilang milik PT Pertamina (Persero) yang lokasinya bertetangga dengan Kilang Balongan dan Kilang Balikpapan.
“Anehnya dari info yang didapat ISC Pertamina tidak berminat membelinya. Padahal, dari peningkatan lifting ini ada bagian Pertamina, bagian negara, dan bagian perusahaan daerah (perusda). Ini sangat membantu kebutuhan kilang Pertamina,” kata dia kepada Eksplorasi.id melalui pesan WhatsApp Messenger, Minggu (18/9).
Menurut Yusri, komposisi saham Blok Cepu saat ini terdiri atas Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL) 45 persen, PT Pertamina EP Cepu 45 persen, serta konsorsium perusda 10 persen. “Dengan komposisi itu, bila porsi PEPC ditambah porsi perusda plus bagian negara, maka minyak yang bisa masuk ke kilang Pertamina akan di atas lebih dari 65 persen. Ini tentu sangat membantu mengurangi impor minyak mentah dari luar negeri,” jelas dia.
Yusri berkomentar, selama ini Pertamina kerap mengalami kesulitan mendapatkan minyak mentah yang sesuai kebutuhan kilang, sehingga perlu banyak melakukan ekspansi di luar negeri.
Misalnya, seperti membeli saham perusahaan Prancis, Maurel and Prom (M &P) maupun membeli sebagian ladang migas West Qurna 1 di Irak. “Nah, sangat janggal ketika ada pasokan minyak dari dalam negeri tapi Pertamina melalui ISC malah tidak mau membeli. Ini ada apa sebenarnya di ISC?” ujar dia.
Selain itu, jika ISC Pertamina membeli peningkatan lifting Banyu Urip, maka minyak tersebut bisa dialirkan ke Floating Storage and Offloading (FSO) Cinta Natomas yang juga merupakan aset negara.
“Kalau kemudian dinaikkan hingga 200 ribu bph, semestinya selisih kenaikan tersebut dialirkan ke FSO Cinta Natomas. Jadi aneh kalau kemudian Pertamina tidak mau menampungnya malah EMCL yang mau menampung minyak itu, sebab ini ada minyak bagian negara,” terang dia.
Yusri menegaskan, kalau ISC tidak mau membeli peningkatan lifting Banyu Urip, berarti ISC Pertamina lebih pro kepada EMC. Sebab, minyak itu semua akan dialirkan ke FSO Gagak Rimang dan membuat FSO Cinta Natomas tidak bisa beroperasi optimal.
“Kalau ISC benar tidak membeli, maka ISC membuka kesempatan bagi EMCL untuk ‘menguasai’ semua pembelian minyak dari Banyu Urip. Dan, tindakan ISC ini sama sekali tidak bisa dibiarkan dan dibenarkan,” tegas dia.
Sementara, salah seorang mantan pejabat di sektor ESDM mengatakan, sudah sejak lama Pertamina melalui ISC tidak pernah happy (senang) jika harus membeli minyak mentah (crude oil) yang dihasilkan dari dalam negeri.
“Barangkali sudah tercetak karakter bahwa mereka (ISC Pertamina) adalah importir crude. Mereka sangat paham dengan dunia dan cara mengelola impor crude, sehingga kalau diminta mengelola dan memanfaatkan crude dalam negeri malah menjadi beban tersendiri, itulah anehnya ISC Pertamina,” ujar mantan pejabat tersebut yang enggan disebut namanya kepada Eksplorasi.id.
Seperti diketahui, SKK Migas dan Komisi VII DPR akhirnya sepakat menaikkan lifting Banyu Urip dari 165 ribu barel per hari (bph) menjadi 200 ribu bph.
Kesepakatan kedua belah institusi tersebut dinilai oleh banyak pihak sebagai langkah yang tepat di tengah terus anjloknya lifting nasional. Kesimpulan/ keputusan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan SKK Migas yang merekomendasikan kenaikan lifting Banyu Urip tersebut telah dilaksanakan pada Senin (5/9).
Reporter : Ponco Sulaksono
Comments 1