Eksplorasi.id – Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar kemarin, Senin (8/5) , bertempat di kantor SKK Migas di Jakarta, menyampaikan bahwa dengan kontrak bagi hasil gross split maka tata kelola hulu migas menjadi lebih efisien.
Pernyataan tersebut dilontarkan Archandra di depan para stakeholder migas sebagai langkah untuk menyamakan persepsi terkait skema gross split yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No 8/2017.
“Melalui gross split, bisnis proses lebih efisien dan akuntabel, sehingga waktu yang digunakan dalam pengembangan migas bisa lebih cepat dibandingkan kontrak dengan cost recovery,” kata dia.
Penjelasan Archandra, selama ini ada salah persepsi di mana disebutkan bahwa kontrak gross split harus efisien, padahal sebenarnya efisiensi adalah hasil dari penerapan gross split.
“Pakai skema gross split, kegiatan hulu migas akan menjadi efisien, memperpendek jangka waktu, early production lebih cepat dari kontrak cost recovery, sehingga lebih menguntungkan bagi para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), ” ujar dia.
Waktu yang dihemat tersebut, kata Arcandra, adalah waktu untuk penyusunan pre-FEED (front end engineering, procurement and construction) hingga FEED dan FEED hingga EPC (engineering, procurement and construction).
“KKKS diperbolehkan menyusun sendiri tanpa harus melalui pembicaraan panjang dengan SKK Migas. Proses terpanjang itu ada di budget, dengan gross split hal ini dapat dipangkas,” jelas dia.
Menurut Archandra, skema gross split sudah dikalibrasi di 10 wilayah kerja (WK) Migas di seluruh Indonesia. Hasil kajian tersebut menegaskan penentuan hasil bagi dengan skema gross split lebih baik dibandingkan sistem cost recovery.
Gross Split tidak hanya ditinjau dari split saja tapi hasilnya hampir sama tapi ada benefit lainnya selain dari split yaitu tangible dan intangible.
Gross split juga menjadikan produksi dalam negeri mempunyai nilai ekonomis berupa nilai tambahan split, diharapkan industri penunjang migas pun bertumbuh.
Pada kesempatan ini, Wamen ESDM juga menjawab kekhawatiran para KKKS terhadap penerapan skema baru melalui penerbitan Permen Nomor 26 Tahun 2017 tentang Mekanisme Pengembalian Investasi pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi pada tanggal 29 Maret 2017.
“Hampir semua lapangan-lapangan yang berakhir kontraknya, dua hingga tiga ke depan yang akan berakhir, tidak ada yang mau investasi. Kalau tidak mau investasi, maka produksi turun. Sementara pemerintah punya kepentingan setidak-tidaknya produksi sama,” katanya.
Reporter : Sam