Eksplorasi.id – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman tidak sependapat dengan usulan Presiden Direktur Presiden Direktur PT Badak NGL Salis Aprilian terkait konsep gas alam terkompresi (compressed natural gas/ CNG) dalam pengembangan Blok Masela.
Alasannya, Masela adalah mega proyek yang akan memproses gas sebanyak 1.300 MMscfd. Dia menambahkan, apabila transportasi CNG menggunakan kapal dengan kapasitas 20 MMscf seperti pesanan PT PLN (Persero), maka diperlukan sebanyak 65 unit kapal.
“Dapat dibayangkan bagaimana kesibukan kapal sandar dan berangkat di atau ke pelabuhan CNG. Kemudian, floating CNG belum pernah dibangun walaupun secara teoritis topsides-nya lebih sederhana daripada FLNG,” kata Yusri kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Minggu (27/3).
Menurut Yusri, konsep transportasi CNG perlu dikaji lebih detail terkait hal-hal teknis dan ekonomis, seperti density LNG lebih besar dari CNG, sehingga rasio volume angkutan LNG versus CNG adalah dua banding satu (2:1). Artinya, lebih banyak LNG dapat diangkut dengan menggunakan ukuran kapal yang sama.
Kemudian, lanjut dia, biaya transportasi CNG dengan kapal akan lebih mahal dari pada transportasi LNG. Kapal CNG ukuran kecil masih ekonomis untuk transportasi CNG jarak yang pendek. “Perlu diketahui, kapal CNG pertama di dunia adalah pesanan PLN yang sedang dibangun di Cina dengan menggunakan Class ABS,” ujar dia.
Yusri mengungkapkan, pesanan kapal CNG milik PLN itu seharga USD 132 juta, untuk mengangkut 20 MMscf CNG dari Gresik ke Lombok. Untuk keperluan ini kontraktor PLN perlu membangun fasilitas kompresi gas berikut pelabuhan kapal di Gresik dan fasilias dekompresi gas berikut pelabuhan di Lombok.
“Kesimpulannya, konsep FCNG tidak ekonomis dan secara teknis operasionalnya tidak gampang di Blok Masela, karena Kapal CNG-nya juga belum tersedia. Kalau pesan 65 unit kapal dikali USD 132 juta hasilnya USD 8,5 miliar sudah berapa besar investasinya. Belum lagi bikin instalasi dekompresi dan pelabuhan di Lokasi tujuannya. Kemudian, biaya operasi dan perawatan Kapal CNG pesanan PLN adalah USD 5 juta per tahun,” jelas dia.
Yusri berpendapat, Kilang Bontang harus bersabar dulu karena proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) di Selat Makassar masih menunggu keekonomian harga migas. “Kilang Bontang segera akan mendapat suplai dari proyek Eni di Lapangan Jangkrik dan Muara Bakau,” ujarnya.
Sebelumnya, Salis Aprilian dalam opininya di Eksplorasi.id menulis bahwa kenapa tidak disodorkan konsep hulu dan hilir dalam pengembangan gas Masela. Dalam konsep ini, Inpex dan Shell hanya berkewajiban mengeksploitasi gas dari dasar laut ke permukaan laut dengan menjual gas di well-head (setelah dimurnikan di FPSO – floating production storage and offloading).
Lalu, meminta siapapun yang butuh gas, beli di sana. Inilah yang disebut berjualan gas dengan harga FOB (free on-board). Gas tersebut diambil dengan kapal-kapan CNG yang disewa dari BUMN (Pertamina, PAL, dll) atau swasta.
Link Berita : http://eksplorasi.id/opini-menindaklanjuti-keputusan-presiden-tentang-blok-masela/
CNG PLN
Sekedar informasi, PLN akan membuat kapal yang nantinya akan mengangkut CNG dari Gresik, Jawa Timur ke Lombok. Distribusi CNG sejauh 280 mil laut ini merupakan yang pertama di dunia. Ketika Nur Pamudji masih menjabat sebagai dirut PLN, dia pernah berkomentar, hingga saat ini Indonesia sepertinya menjadi yang pertama dalam pengangkutan ini. “Sampai saat ini, belum ada negara yang mengimplementasikan CNG melalui laut, dan cara ini dilihat serta akan diikuti oleh beberapa negara lain,” kata Nur di Jakarta, 15 April 2014.
Proses penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) pengangkutan dengan konsorsium tiga perusahaan pun sudah dilakukan. Adapun ketiga konsorsium yang akan diajak kerja sama adalah Shijiazuang Enrics Gas Equipment Co Ltd, PT Environment Tech Internasional, dan Ocean Engineering Design dan Research Institute of CIMC.
Nur Pamudji menjelaskan, Indonesia menjadi yang pertama karena negara lain melakukan pengiriman lewat darat. Sebab, kondisi negara mereka yang banyak berupa daratan. Berbeda dengan posisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
Di beberapa laut Indonesia, kata dia, ada beberapa bagian yang tidak bisa ditanami oleh pipa gas. Otomatis ini akan menyulitkan PLN untuk mendirikan pembangkit listrik yang efisien. Untuk itu, Nur melanjutkan, pengangkutan CNG ini menjadi amat penting. Terutama, untuk pembangkit listrik di Lombok yang selama ini sulit dijangkau.
Untuk wilayah Sumatera, menurut dia, sejauh ini masih aman karena lautnya termasuk laut dangkal. Namun, untuk laut Maluku, Bali, dan Lombok distribusi harus lewat kapal karena pemasangan pipa bawah laut tidak memungkinkan.
Nur mengungkapkan, proyek ini bernilai USD 140 juta atau setara Rp 1,6 triliun (kurs kala itu), dan mulai berjalan pada 2016. Dengan penggunaan CNG, menurut dia, PLN bisa menghemat bahan bakar minyak (BBM) 150 kiloliter setiap harinya. Jika dikalikan Rp 10 ribu per liternya, perseroan akan mampu menghemat Rp1,5 miliar setiap harinya.
Eksplorasi | Ponco
Langsung diitung aja Pak Yusri supaya langsung bisa menganalisa
Berdasarkan personal rough estimation (levelized cost) untuk 2.5 MTPA (berdasarkan rule of thumbs dan berbagai reference) :
1. FLNG – 4.83 USD/MMBTU
2. OLNG – 3.95 USD/MMBTU
3. FCNG + Current OLNG Badak – 3.38 USD/MMBTU
Untuk 7.5 MTPA, untuk rough estimationnya bisa Seven-Tenths Rule
Lanjutan scenario, jika diolah menjadi produk petrokimia yang saat ini masih impor, personal rough estimation bisa discenariokan sbb :
Dari 975mmscfd, berdasar komposisi masela :
– 500mmscfd (methane) diolah menjadi methanol; total methanol cost : 258US$/ton, benefit cost sekitar5-6juta USD/tahun
– dan kira kira 9% NGLnya diolah menjadi ethylen (total cost : 374 USD/ton, benefit cost : 80an juta USD/tahun dan polypropylene (total cost 863 USD/ton, benefit cost : 43an Juta USD/tahun)
Reference :
1. Michael John Economides (U. of Houston) | Xiuli Wang (Xgas) | Matteo Marongiu-Porcu (Texas A&M University), SPE-115310-MS, The Economics of Compressed Natural Gas Sea Transport , 2008
2. Duncan Seddon, Gas Usage & Value, PenWell, 2006
3. Bob Shively & John Ferrare, Global LNG Business, enerdynamics, 2005
4. David Stenning, Sea NG, Floating CNG, 2011
5. Michael J Economides, Kai Sun ans Gloria Suero Univ of Houston, CNG ; an alternative to LNG, 2006
6.Xiuli Wang, The potential of CNG transport in Asia, IPTC 12078, 2008
7. Xiuli Wang, CNG for Indonesia, SPE-122568, 2009
8. Brian Songhurst, LNG Plant Cost Escalation, OIES NG-83, 2014
9. Agoes Sapto Rahardjo, Industri LNG & Evolusinya di Indonesia, 2015
10. James R Couper, process Engineering Economics, Dekker, 2003
11. Larry R Dysert, CCC, So You Think You’re an Estimator?, AACE, 2005
12. Chemical Engineering Magazine, June 2016
13. Carl Brannan, Rules of thumb for Chemical Engineers 5th edition, 2012