Eksplorasi.id – Kontribusi energi baru dan terbarukan (EBT) untuk mencapai sasaran bauran energi primer nasional pada 2025 ditargetkan mencapai 23%. Dari seluruh potensi yang ada, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dapat menjadi pilihan utama. Pembangunan PLTS berbasis desa adalah salah satu alternatif pilihan yang bisa dilakukan. Potensi desa yang luar biasa di seluruh Tanah Air harus dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya listrik.
“Ekonomi kerakyatan berbasis BUMDes dan BUMD dengan daya listrik PLTS sebagai komoditi sangat feasible dan prospektif karena terdukung lengkap oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan tren dunia menuju energi bersih,” urai Ketua Dewan Pembina Paguyuban Merah Putih Bali (PMPB), IGM Putera Astaman, saat berkunjung ke kantor redaksi Media Grup, di Kedoya, Jakarta Barat, Kamis (31/3).
Purnawirawan jenderal polisi ini mencontohkan, bila sebagian besar BUMDes, yaitu 50 ribu dari 74.754 desa di Indonesia masing-masing memiliki unit usaha PLTS kapasitas sebesar 0,25 megawatt (mw), maka seluruhnya akan dihasilkan 12.500 mw. Maka kapasitas itu adalah 23,1% dari kapasitas terpasang yang ada sekarang 54 gw.
Untuk memfasilitasi BUMDes dan juga BUMD agar dapat berperan menjadi pemasok daya listrik PLTS, diharapkan pemerintah menerbitkan perpres atau permen ESDM yang menetapkan feed in tariff (FiT) sebesar USD0,25/kwh bagi daya listrik PLTS yang dipasok, dengan masa berlaku 20 tahun. Pemerintah bersama seluruh perangkat sampai tingkat desa, bersama lembaga swadaya masyarakat yang ada, mensosialisasikan dan merealisasikan pembuatan PLTS dengan prinsip ekonomi business to business (B to B).
Gerakan tersebut, lanjutnya, merupakan strategi jitu menuju keseimbangan ekonomi di Tanah Air. Secara vertikal, gerakan itu bisa berdampak pada mengecilnya indeks gini, dan secara horisontal berdampak makin seimbangnya ekonomi antar kawasan, terutama barat dan timur.
Eksplorasi | Metrotvnews | Aditya