Eksplorasi.id – Pelaksana proyek pembangunan DAM Rababaka Kompleks yang berlokasi di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, yakni PT Nindya Karya, diduga telah melakukan eksploitasi pertambangan secara ilegal.
Kabar tersebut digiring oleh sekelompok aliansi pemuda dan mahasiswa asal Dompu yang menggelar aksi unjuk rasa di depan Mapolda NTB, di Mataram, Rabu.
Menurut massa aksi, kegiatan ilegal yang dilakukan pihak pelaksana proyek telah merugikan masyarakat petani di sekitar kawasan proyek pembangunan Rababaka Kompleks.
“Lebih dari 300 masyarakat petani Dompu, khususnya yang berada di Kecamatan Woja, sudah sangat dirugikan dengan aktivitas tambang liar yang dilakukan pihak perusahaan,” kata Jujur Prakoso, koordinator lapangan aksi di depan Mapolda NTB, Rabu.
Menurut hasil pengamatannya di lapangan, kegiatan ilegal ini sudah dilakukan sejak sembilan bulan yang lalu. Untuk itu, segala bahan material golongan C dan sejenisnya yang digunakan untuk pembangunan DAM Rababaka Kompleks diduga berasal dari hasil pertambangan ilegal tersebut.
Hal itu diketahuinya, karena masyarakat dengan jelas melihat bahwa pihak perusahaan diduga dengan sengaja mengeksploitasi lahan secara ilegal di wilayah Sungai Sori Na’e dan Sori Milla, Desa Rababaka, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu.
Selain di kawasan tersebut, lanjutnya, pihak perusahaan juga diduga telah melakukan eksploitasi ilegal di dalam kawasan hutan lindung Soromandi RTK 55, untuk keperluan pembangunan pabrik beton yang di bangun oleh PT Rangga Eka Pratama.
Begitu pula dengan salah satu item proyek dari Rababaka Kompleks, yakni rehabiitasi saluran irigasi yang dimenangkan oleh PT Indo Penta Bumi Permai. Perusahaan tersebut diduga telah mengeksploitasi secara ilegal di Desa Rababaka, Kecamatan Woja.
Dalam proyek yang anggarannya sebesar Rp14 miliar lebih itu, sepanjang tiga kilometer lebih, saluran irigasi yang direhabilitasi oleh PT Indo Penta Bumi Permai sudah mulai terkikis air.
“Pihak BWS Nusa Tenggara I, selaku penanggungjawab dari pihak pemerintah acuh terhadap kondisi ini. Seharusnya ditindaktegas,” ujar Jujur Prakoso.
Proyek yang rencananya akan tuntas pada tahun 2018 mendatang, dengan jumlah anggaran keseluruhannya mencapai Rp1,3 triliun ini, sudah menghabiskan uang negara mencapai Rp316 miliar dari dana APBN.
Baginya, jika persoalan ini tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, khususnya Polda NTB. Massa aksi mengancam akan melakukan tindakan anarkis terhadap para pelaksana proyek yang ada di Kabupaten Dompu.
“Kami sebagai wakil masyarakat Dompu, meminta dengan tegas kepada Kapolda NTB untuk mengusut pelaksanaan proyeknya. Karena saat ini kami sudah tidak percaya lagi dengan aparat penegak hukum yang ada di Kabupaten Dompu,” ucapnya.
Rasa kecewa itu dilampiaskan massa aksi, karena terkait persoalan tersebut sebelumnya telah dilaporkan ke Polres Dompu maupun Kejari Dompu. Namun, tidak juga mendapat tanggapan.
“Kami menilai, aparat penegak hukum yang ada di Kabupaten Dompu berkoorporasi dengan pihak pelaksana proyek Rababaka Kompleks. Jadi kami minta dengan tegas, agar Kapolda NTB mendengar aspirasi kami ini,” katanya.
Menurutnya, persoalan ini patut untuk ditindaklanjuti oleh pihak Polda NTB. Karena eksploitasi tambang yang diduga dilakukan secara ilegal oleh pihak pelaksana proyek ini sudah melanggar aturan perundang-undangan.
Hal itu sesuai yang disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan Pemerintah Nomor 77/2014 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Eksplorasi | Aditya | Antara