Eksplorasi.id – Pengamat energi UGM Fahmy Radhi meminta pembentukan perusahaan induk (holding) BUMN sektor energi tidak hanya mencakup PT Pertamina (Persero) dan PT PGN (Persero) Tbk saja.
“‘Holding’ energi mestinya dilakukan dengan menyinergikan BUMN energi secara komprehensif yang meliputi sektor migas, mineral, batu bara, listrik, dan energi terbarukan,” katanya di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, holding “energi” setidaknya membawahi enam BUMN yakni Pertamina untuk bisnis minyak, PGN untuk gas, PT Bukit Asam Tbk untuk batu bara, PT PLN untuk listrik, PT Geo Dipa untuk panas bumi, dan satu BUMN baru yang fokus membidangi energi baru terbarukan (EBT).
Oleh karena itu, Fahmy meminta pemerintah membatalkan rencana pembentukan “holding” energi yang hanya berupa penggabungan Pertamina dan PGN.
“Pembentukan ‘holding’ tanpa disertai konsep dan tujuan yang jelas, serta dibentuk secara tergesa-gesa malah akan memperlemah bisnis BUMN energi,” ujar mantan Anggota Tim Antimafia Migas itu.
Pemerintah, lanjutnya, bisa mencontoh pembentukan “holding” energi di Bulgaria yakni Bulgaria Energy Holding yang kini menjadi produsen dan eksportir listrik terbesar di wilayah Balkan dan Eropa Selatan, serta mampu berperan sebagai penyeimbang penyediaan energi.
Hal senada disampaikan Ketua Departemen Ristek, Energi, dan Sumber Daya Mineral Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Lukman Malanuang dalam rilisnya.
Ia mengatakan, tantangan sektor energi adalah mengurangi ketergantungan minyak dan sekaligus memaksimalkan pemanfaatan EBT.
Dengan demikian, lanjutnya, “holding” energi seharusnya tidak sebatas penggabungan Pertamina dan PGN, namun harus lebih luas dengan tujuan mencapai target bauran energi dari EBT sebesar 25 persen pada 2025.
Lukman juga mengatakan, pembentukan “holding” energi perlu dikaji secara mendalam, komprehensif, dan tidak terburu-buru dengan mengedepankan prinsip kehatian-hatian.
“‘Holding’ energi jangan sampai menyuburkan perilaku pemburu rente (rent seeker behavior), penumpang gelap (free rider), serta adanya pihak yang diuntungkan (rent seizing),” ujarnya.
Untuk itu pula, lanjutnya, prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas harus pula dikedepankan, sehingga “holding” energi bisa diawasi seluruh pemangku kepentingan.
KAHMI juga perpandangan “holding” energi haruslah mempunyai payung hukum yang kuat apakah di bawah UU BUMN, UU Migas, atau UU Energi.
“Tidaklah elok RPP yang disiapkan sebagai payung hukum ‘holding’ mendahului RUU Migas yang sedang dalam proses pembahasan di DPR,” ujar Lukman.
Eksplorasi | Aditya | antara