Eksplorasi.id – Kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) Blok Cepu merupakan wilayah kontrak minyak dan gas bumi yang meliputi wilayah Kabupaten Bojonegoro-Kabupaten Tuban (Jawa Timur) dan Kabupaten Blora (Jawa Tengah). Penemuan Lapangan Banyu Urip diumumkan pada April 2001 dan diperkirakan memiliki cadangan kandungan minyak lebih dari 250 juta barel.
Hak pengelolaan PSC Blok Cepu diteken pada 17 September 2005, dengan kepemilikan saham antara lain, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) memiliki 45 persen, PT Pertamina EP Cepu (PEPC) 45 persen, dan BUMD 10 persen. Mobil Cepu Limited (MCL) bertindak sebagai operator dari KKS Blok Cepu berdasarkan Perjanjian Operasi Bersama (Joint Operating Agreement/ JOA) yang dirumuskan oleh pihak kontraktor.
Namun, kini kuasa jual minyak bagian negara di Blok Cepu yang dibuat BP Migas pada 2011—kini berganti nama menjadi SKK Migas—kepada ExxonMobil Cepu Limited, bukan kepada PT Pertamina EP Cepu, anak usaha PT Pertamina (Persero), dipertanyakan.
“Kenapa kuasa jual minyak bagian negara diberikan ke Exxon Mobil Cepu Limited, bukan ke Pertamina EP Cepu, apalagi terkait penjualan minyak bagian negara ke swasta, dalam hal ini ke PT Tri Wahana Universal (TWU)?” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resoucers Indonesia (CERI) Yusri Usman kepada Eksplorasi.id, Rabu (8/6).
Anehnya, lanjut Yusri, transaksi terus berlanjut sejak April 2015 hingga Januari 2016. “Ini menjadi pertanyaan besar kenapa Dirjen Migas I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja dan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi tidak mencegahnya dan malah melanjutkan dan menyetujuinya,” ujar dia.
Yusri kembali menegaskan bahwa diduga telah terjadi manipulasi dalam penentuan harga minyak mentah nasional (Indonesia Crude Price/ICP) jenis Arjuna yang dibeli oleh TWU dari Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu.
Dia mencontohkan, berdasarkan catatan rapat komersialisasi full scale Lapangan Banyu Urip pada 29 Desember 2014 poin 3, yang salinannya juga diperoleh Eksplorasi.id, TWU meminta tambahan pasokan minyak mentah sebesar 2.000 barrel oil per day (bopd) dengan pertimbangan secara teknis maupun komersial kilang dengan harga ICP Arjuna –USD 4,76 per barel (pada titik serah TWU).
“Sebelumnya, TWU dan Exxonmobil Cepu Limited (EMCL) telah melakukan pembahasan secara business to business (b to b) terkait pasokan minyak tersebut, namun tidak tercapai kesepakatan. Harga yang diminta TWU sebesar –USD 4,76 per barel, sedangkan harga yang diminta EMCL untuk ICP Arjuna sebesar +USD 2 per barel, berdasarkan estimasi harga jual FSO (Floating Storage and Offloading) untuk menghindari potensi value loss,” ungkap Yusri.
Yusri mengungkapkan, mengutip catatan rapat pada 29 Desember 2014 poin 5, berdasarkan hasil pembahasan rapat terdapat dua usulan opsi agar TWU mendapatkan tambahan pasokan minyak mentah sebanyak 2.000 bopd dari Lapangan Banyu Urip.
Pertama, tambahan pasokan minyak mentah sebanyak 2.000 bopd seluruhnya berasal dari bagian negara dengan harga ICP Arjuna –USD 4,76 per barel. Kedua, tambahan pasokan minyak mentah sebesar 2.000 bopd diambil dari bagian yang saat ini dijual kepada PT Pertamina (Persero) dengan harga ICP Arjuna –USD 4,76 per barel yang berlaku hingga tanggal selesainya penjualan kargo pertama dari FSO Gagak Rimang.
“Pertanyaannya lalu, apakah penentuan harga ICP Arjuna tersebut telah sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 23/2012, yang pada pasal 4 secara tegas diatur. Kemudian, apakah unsur dari Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) juga ikut hadir dalam menentukan harga minyak mentah Banyu Urip tersebut?” ujar Yusri.
Yusri pun mempertanyakan apakah tim yang sudah bekerja menentukan formula harga jual ICP Arjuna tersebut telah taat dan patuh soal metodologi fomula harga minyak mentah Indonesia, termasuk mempertimbangkan tawaran harga jual minyak mentah milik EMCL kepada TWU?
“Semestinya staf fungsi Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina juga bisa memberikan masukkan berapa analisa harga yang paling menguntungkan bagi negara dengan membandingkan harga beli ISC Pertamina untuk kebutuhan kilang Pertamina yang setara dengan crude assay Banyu Urip,” jelas Yusri.
Perlu diketahui, dalam rapat komersialisasi full scale Lapangan Banyu Urip pada 29 Desember 2014 hadir wakil dari Ditjen Migas, SKK Migas, ISC Pertamina, EMCL, dan TWU.
Heri
Comments 2