Eksplorasi.id.Komoditas energi terus melaju di semester pertama tahun ini. Turunnya angka produksi, penundaan kenaikan suku bunga The Fed hingga isu Brexit merupakan beberapa sentimen yang menggerakkan harga komoditas energi sejak akhir tahun lalu. Nah, bagaimana kelanjutan nasib minyak, batubara dan gas alam ke depan?
– Gas Alam
Mengutip Bloomberg, Senin (11/7) pukul 17.23 WIB, harga gas alam kontrak pengiriman Agustus 2016 di New York Merchantile Exchange menanjak 1,9% ke US$ 2,856 per mmbtu.
Keadaan ini berbanding terbalik dengan enam bulan pertama 2016. Saat gas alam mencetak kenaikan hingga 15,89% menjadi US$ 2,924 per mmbtu pada 30 Juni 2016.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, penguatan didukung kenaikan permintaan. Meski begitu, gas alam masih mengalami kelebihan pasokan. Setelah musim panas berakhir, harga gas alam kemungkinan tergerus.
Tetapi peluang untuk melanjutkan penguatan hingga akhir tahun terbuka, jika The Fed tidak menaikkan suku bunga. Akhir tahun yang bersamaan dengan musim dingin bisa mengerek harga. Ibrahim menduga harganya di akhir tahun 2016 mencapai US$ 3,15 per mmbtu.
– Batubara
Di separuh pertama 2016, batubara menjadi jawara di komoditas energi. Mengutip Bloomberg, kontrak harga batubara pengiriman Agustus 2016 di ICE Futures Exchange telah terbang 25,16% pada 30 Juni lalu karena mencapai US$ 57,95 per metrik ton.
Analis Central Capital Futures Wahyu Tri Wibowo menjelaskan, batubara terbantu pulihnya harga minyak dan komoditas lainnya. Ditambah adanya pengurangan produksi global. “Pelemahan USD juga mendongkrak permintaan sementara,” ujarnya.
Tetapi, upaya negara-negara konsumen beralih ke energi terbarukan terus jadi batu sandungan bagi batubara. Jika berkaca dari fundamental tersebut memang tren jangka panjang masih bearish.
Wahyu memprediksi, harga akan bergerak dalam rentang yang sempit. Meski kans untuk pertahankan keunggulan masih ada, namun hal tersebut tidak akan banyak berubah dari level saat ini. “Rentangnya hingga akhir tahun di US$ 50,00–US$ 65,00 per metrik ton,” tebaknya.
– Minyak Bumi
Mengutip Bloomberg, kontrak harga minyak WTI pengiriman Agustus 2016 di New York Merchantile Exchange pada 30 Juni 2016 mencapai US$ 48,33 per barel. Angka ini melesat 15,4% ketimbang akhir 2015.
Research and Analyst PT Monex Investindo Futures Faisyal memaparkan, harga minyak memang bergerak dalam tren menguat. Beberapa faktor turut mengatrol kenaikan harga minyak. Mulai dari berkurangnya jumlah rig pengeboran minyak Amerika Serikat (AS), optimisme OPEC bahwa harga akan kembali rebound, pelemahan nilai tukar dollar AS hingga gangguan produksi produksi minyak di Kanada dan Nigeria.
Alhasil, minyak sempat menyentuh level tertingginya pada 8 Juni lalu di US$ 51,84 per barel. Kewaspadaan tetap diperlukan lantaran outlook ekonomi global terutama China belum juga membaik.
“Angka supply cenderung stabil, tetapi permintaan mengkhawatirkan,” papar Faisyal.
Musim liburan di AS terbukti tidak mampu mengangkat harga minyak lantaran permintaan yang lemah. Tak heran jika minyak kembali tergerus setelah mencapai level tertinggi.
Secara keseluruhan, Faisyal memprediksi, harga minyak akan cenderung melemah di akhir tahun selama belum ada perubahan kebijakan dari OPEC. Ia memperkirakan, pergerakan harga minyak hingga akhir tahun berada di kisaran US$ 40–US$ 60 per barel.
Peluang kenaikan terbuka jika dollar AS melemah atau ada kebijakan pemangkasan produksi dari OPEC.
Eksplroasi | Dian | Source