Eksplorasi.id – Masyarakat Kelistrikan Indonesia (MKI) menyayangkan rendahnya minat investor terhadap lelang dua proyek pembangkit listrik, PLTMG Pontianak dan PLTMG Scattered Riau.
Sekjen MKI Heru Dewanto di Jakarta, belum lama ini mengatakan, minimnya minat kalangan investor mengikuti tender oleh PT PLN tersebut karena bisnis tersebut dianggap tidak menarik.
Dalam proyek tersebut, tambahnya, terdapat dua hal yang harus dilakukan investor yakni membangun pembangkit dan mencari suplai gas.
“Dari dua itu, saya menduga bahwa yang tidak memenuhi skala ekonomi adalah terkait suplai gas. Kondisi demikian, membuktikan bahwa PLN tidak secara cermat menghitung. Padahal kalau sudah tidak layak, tentu tidak akan ada yang mau,” ujar Heru.
Kedua poyek tersebut, merupakan bagian dari program kelistrikan 35 ribu megawatt (MW) di Indonesia, yang semula ditargetkan rampung digarap pada 2019.
Namun, sampai batas akhir penyerahan dokumen pernyataan minat mengikuti tender pada 26 Juli 2016 lalu, tidak ada satu pun calon investor yang menyerahkan dokumen lelang untuk kedua proyek pembangkit listrik tersebut.
Dalam konteks lebih luas, menurut Heru, hal itu semakin memperkuat bahwa program 35 ribu MW sudah masuk ketegori lampu kuning dapat dipastikan mundur dari target semula, yakni 2019.
Untuk itu, lanjut Heru, jika masih ingin menyelesaikan program 35 GW maka harus dilakukan review dan re-programe. Dan dalam pelaksanaan nanti, kata Heru, tidak ada ruang bagi PLN untuk membuat kesalahan.
“Kalau ingin membangun 35 GW dalam waktu lima tahun, maka tidak bisa menggunakan organisasi dan mesin yang sama dengan saat membangun 35 Gw dalam waktu 30 tahun di masa Orba dulu. Termasuk di antaranya, PLN harus lebih investor oriented dalam melaksanakan tender,” ujarnya.
Hal senada dinyatakan Ketua Komtap Industri Energi Migas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Santoso bahwa rendahnya minat investor terhadap lelang dua proyek pembangkit listrik itu, menjadi bukti PLN tidak memiliki perencanaan yang baik dalam melaksanakan tender.
Selain itu, tambahnya, BUMN itu juga dianggap tidak memiliki sense investor oriented sehingga lelang yang dilakukan sama sekali tidak menarik bagi investor.
Harusnya dalam perencanaan, PLN tidak hanya melihat dari sisi (kebutuhan) PLN, tetapi juga dari sisi investor. Kalau tidak menarik bagi investor, akibatnya seperti ini, tidak sukses.
“Harusnya investor oriented, sehingga mengundang peminat peserta tender. Jika itu terjadi, sebenarnya menguntungkan juga buat PLN, karena mereka tinggal memilih. Kalau sekarang apanya yang dipilih, yang ikut bidding saja tidak ada,” tegasnya.
Santoso menambahkan, sebenarnya mudah melakukan tender dengan pendekatan investor oriented, karena sebagai pelaku usaha, indikator bagi investor pun tidak banyak, misalnya internal rate return (IRR) yang merupakan indikator tingkat efisiensi suatu investasi.
“Kalau investor menganggap bahwa indikator tidak masuk, tentu tidak akan ada yang berminat,” lanjut dia.
Dia mencontohkan PLN tidak punya sense investor oriented, antara lain dilihat dari proyek Riau Scattered yang ditetapkan di delapan titik berbeda yakni Dabo Singkep, Tanjung Pinang, Tanjung Batu, Tanjung Balai Karimun, Selat Panjang, Bengkalis, Belitung, dan Natuna sehingga tidak efisien, karena total kapasitas hanya 180 MW.
Eksplorasi | Ant | Aditya