Eksplorasi.id – Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menginginkan pihak operator listrik dapat mempercepat proses tender untuk porsi swasta sebagaimana yang sudah ditetapkan pemerintah mengingat masih rendahnya cadangan listrik.
“Cadangan listrik Indonesia saat ini masih sangat rendah sehingga rentan mengganggu pertumbuhan ekonomi,” kata Wakil Bendahara Umum APLSI Rizka Armadhana, di Jakarta, Senin (8/8).
Dia memaparkan, cadangan listrik ideal sebuah negara adalah 30 persen tetapi untuk saat ini di Indonesia cadangan listrik nasionalnya masih sekitar 10 persen. Rizka mengingatkan bahwa negara tetangga seperti Singapura memiliki cadangan listrik yang diperkirakan mencapai 100 persen.
“Dengan pencadangan yang tipis ini Indonesia selalu terancam pemadaman dan ekonominya lagi yang kena,” ujarnya.
Untuk itu, ia menginginkan pemerintah dan PLN serta produsen swasta (IPP) perlu segera melakukan konsolidasi untuk mengejar tambahan 7000 MW per tahun dalam memenuhi target proyek listrik 35.000 MW.
APLSI berharap bahwa PLN bersinergi dengan IPP dalam pembangunan 35.000 MW sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Sebelumnya APLSI mengharapkan dana repatriasi hasil dari amnesti pajak dapat digunakan untuk membangun pembangkit-pembangkit listrik hingga 35.000 megawatt (MW) guna mengatasi krisis energi di berbagai daerah.
“Kami usulkan agar dihidupkan lagi program kerja sama pemerintah dengan swasta atau public private partnership (PPP) utamanya untuk pembiayaan listrik 35.000 MW,” tutur Arthur Simatupang, seorang pengusaha di bidang kelistrikan.
Menurut dia, program amnesti pajak bisa bermanfaat bagi sektor energi utamanya program 35.000 MW, sehingga mengusulkan agar pemerintah menghidupkan kembali program untuk menggiring dana repatriasi.
Ia berpendapat bila program PPP dikawinkan dengan proyek 35.000 MW, dan kemudian dibiayai oleh bank penampung dana repatriasi, skema kerja sama ini akan sangat solid serta akan mempercepat eksekusi program.
“Bila skema ini jalan akan meningkatkan kejelasan dan kepastian aturan main untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi investasi di bidang infrastruktur. Juga bisa meminimalkan risiko, meningkatkan kepastian masa depan investasi,” ucap Arthur.
Skema PPP sudah berjalan sejak tahun 2005 dan dikenal dengan istilah Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS). Saat ini, KPS telah berganti nomenklatur menjadi Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sebagaimana diatur lewat Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Eksplorasi | Ponco