Eksplorasi.id – Kementerian ESDM dipastikan tidak akan mau mengobral gas dengan harga murah bagi kalangan industri. Pasalnya, penurunan harga gas akan mengorbankan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, diperkirakan jika harga gas diobral murah maka triliunan uang pendapatan negara akan menguap sia-sia.
Menurut Archandra, harga gas yang ‘didiskon’ hingga di bawah USD 6 per MMBtu hanya akan diberikan kepada industri-industri yang menciptakan multiplier effect signifikan.
“Prioritas utama harga gas murah akan diberikan kepada industri-industri strategis yang menggunakan gas bumi sebagai bahan baku, bukan sekedar bahan bakar, misalnya pupuk dan petrokimia,” kata dia di Jakarta, Senin (14/11) malam.
Archandra mencontohkan, sebanyak 70 persen bahan baku pupuk adalah gas. Kemudian, pupuk akan digunakan oleh puluhan juta petani di seluruh Indonesia.
“Kalau harga pupuk bisa lebih efisien, pendapatan para petani bisa meningkat, harga pangan juga bisa lebih terjangkau masyarakat. Sedangkan petrokimia adalah bahan baku untuk berbagai industri lainnya. Itulah alasan keduanya didahulukan dalam penurunan harga gas,” jelas dia.
Archandra memastikan bahwa pemberian harga ‘diskon’ gas hanya difokuskan ke sejumlah industri, tidak semua industri. Penjelasan dia, dari 11 industri prioritas yang diajukan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), belum pasti semuanya bisa mendapat penurunan harga gas.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, dari rata-rata harga gas untuk industri di Indonesia sebesar USD 8,3 per MMBtu , PNBP berkontribusi USD 0,92 per MMBtu, dan pajak penghasilan (PPh) USD 1,19 per MMBtu.
Bila negara ‘mengorbankan’ PNBP dan PPh, maka harga gas bisa turun USD 2,11 per MMBtu, dan harga rata-rata gas di hulu bisa turun dari USD 5,9 per MMBtu menjadi USD 3,82 per MMBtu.
Kemudian, bila seluruh PNBP dari gas dihapus, penerimaan negara berkurang USD 550 juta atau sekitar Rp 7 triliun per tahun. Sedangkan kalau PNBP dan PPh dari gas semuanya dihapus, penerimaan negara hilang USD 1,263 miliar atau Rp 16,33 triliun.
Reporter : Diaz