Eksplorasi.id.PT Adaro Energy Tbk tidak ingin terlena dengan bisnis tambang. Perseroan mengaku terus fokus mengembangkan lini bisnis pembangkit listrik dan logistik selain tambang, meski harga batu bara sudah mulai bangkit.
Direktur Utama Adaro Energy Garibaldi Thohir atau yang biasa disapa Boy Thohir mengemukakan, perusahaan tetap melakukan tranformasi bisnis agar kinerja perusahaan tak selalu bergantung pada komoditas tambang.
“Jadi dengan adanya tiga pilar bisnis tersebut, dengan strategi seperti ini, mudah-mudahan kami tidak melulu bergantung terhadap tambang,” ungkap Boy, Rabu (14/9).
Perusahaan sendiri menargetkan dalam lima tahun ke depan, ketiga bisnis tersebut dapat berkontribusi rata terhadap kinerja perusahaan. Hal ini karena sebagian besar kinerja perusahaan masih ditopang oleh bisnis tambang. Dengan demikian, jika harga komoditas batubara sedang turun akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara besar-besaran.
“Harga batubara kan naik turun, kalau komoditas itu kalau lagi turun ya turun sekali, tapi kalau lagi naik ya naik sekali. Makanya kalau ada lini bisnis lain, perusahaan tidak bergantung pada harga batubara terus,” paparnya.
Hingga saat ini, bisnis tambang masih berkontribusi 60 persen terhadap perusahaan. Sementara, 40 persennya ditopang oleh bisnis pembangkit listrik dan logistik. Kemudian, untuk harga tambang sendiri sudah mulai bangkit, di mana pada akhir pekan kemarin sempat menyentuh level tertinggi terbarunya pada pekan kemarin menjadi US$70,75 per ton dari yang sebelumnya berkisar US$68 per ton.
“Sejak pertengahan tahun ini saya melihat bottom-nya harga batubara sudah mentok nih. Insya Allah, ada kenaikan lah dari harga batubara. Nah tapi apakah itu berlanjut atau tidak, kan saya tidak bisa prediksi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Boy menjelaskan, meski harga batubara tak pasti, perusahaan tetap akan memproduksi batubara sebanyak 52 – 53 juta ton per tahunnya hingga tahun depan. Angka tersebut tak akan direvisi hingga tahun depan.
Sebagai informasi, perusahaan mencatat pendapatan usaha turun 16 persen menjadi US$1,17 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$1,4 miliar. Meski pendapatan usaha turun, perusahaan membukukan laba operasional sebelum pajak (EBITDA) sebesar US$397 juta. Laba bersih perusahaan tersebut meningkat empat persen dibandingkan dengan perolehan periode sebelumnya US$381 juta.