Eksplorasi.id – Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI) mendesak Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wamen ESDM Archandra Tahar untuk segera menyetop proses penawaran terbuka (lelang) hak pengelolaan PLTP Darajat dan PLTP Gunung Salah yang dilakukan PT Chevron Pacific Indonesia dan Chevron Indonesia Company melalui unit usahanya, Chevron Geothermal Indonesia Ltd dan Chevron Geothermal Salak Ltd.
Ketua Umum ADPPI Hasanuddin mengatakan, jika proses lelang tersebut diteruskan maka akan berpotensi merugikan negara. Dia juga mengkritisi pernyataan Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana yang menyebutkan bahwa Chevron hanya akan menjual hak pengelolaan, dan bukan menjual aset panas di dua wilayak kerja panas bumi (WKP) Darajat dan Gunung Salak.
“PLTP Darajat dan PLTP Gunung Salak adalah dua pembangkit listrik dari energi terbarukan panas bumi dengan skema kebijakan khusus (lex specialist) Join Operation Contract (JOC), atau Kontrak Operasi Bersama (KOB),” kata dia dalam keterangan tertulis yang dikirim ke Eksplorasi.id, Senin (28/11).
Skema kebijakan khusus tersebut berdasarkan Keppres No 22/1981, Keppres No 23/1981, Keppres No 45/1991, dan Keppres No 49/1991, di mana anak usaha PT Pertamina (Persero), Pertamina Geothermal Energy (PGE), sebagai pemilik WKP dan Chevron hanya sebagai kontraktor yang diberikan hak pengelolaan. “Dalam skema ini tidak dikenal istilah kepemilikan saham, namun bagi hasil,” jelas dia.
Menurut Hasanuddin, keputusan Chevron melepaskan hak pengelolaan lapang PLTP Darajat dan PLTP Gunung Salak harus dipahami atau dibaca sebagai keputusan mundur sebagai operator. “Oleh sebab mundur sebagai operator, maka sudah seharusnya Chevron menyerahkan hak pengelolaannya kepada pemilik WKP dalam hal ini PGE,” tegas dia.
Hasanuddin berkomentar, apa yang dilakukan Chevron saat ini dengan menawarkan hak pengelolaan (melakukan lelang) ke pihak lain secara terbuka, jelas melanggar etika dan kelaziman bisnis yang berpotensi merugikan negara.
“Tidak hanya melanggar etika dan kelaziman bisnis, tetapi juga tidak mempunyai dasar aturannya. Hingga saat ini aturan mengenai tata cara, prosedur dan mekanimse dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen) ESDM belum ada, sebagaimana pengelolaan wilayah kerja migas. Mekanisme dan tahapan yang saat ini dilakukan Chevron juga tidak mempunyai dasar hukum,” ujar dia.
Reporter : Samsul