Eksplorasi.id – PT Pertamina (Persero) baru saja menuntaskan proses akuisisi 24,5 persen saham perusahaan migas yang berbasis di Prancis, Maurel & Prom (M&P), yang dibeli melalui Jean-Francois Henin.
Henin adalah chairman of the board of directors yang juga pemilik saham M&P melalui sebuah perusahaan bernama Pacifico.
Pertamina mengucurkan dana hingga 200 juta euro atau setara Rp 2,97 triliun (kurs Rp 14.847) untuk membeli saham tersebut.
Harga per lembar saham M&P yang dibeli Pertamina sebesar 4,2 euro (Rp 623.598).
Data yang diperoleh Eksplorasi.id, pada kuartal kedua 2019, M&P rata-rata hanya memproduksi 29.130 barel ekuivalen per hari (boepd), yang terdiri atas 81 persen minyak dan 29 persen gas.
Berarti, dengan memiliki 24,5 persen saham di M&P, Pertamina memiliki ‘bagian’ minyak ekuivalen sebesar 7.137 boepd.
Sebanyak 80 persen minyak yang dihasilkan M&P berasal dari ladang minyak perseroan yang berada di Republik Gabon, sebuah negara di Afrika bagian barat. Sementara, sekitar 48,06 persen gas milik M&P bersumber dari ladang gas di Republik Persatuan Tanzania, negara yang terletak di Afrika bagian timur.
Di sisi lain, batalnya Pertamina mengakuisi ladang migas West Qurna 2 yang berada di Irak, telah menutup peluang perusahaan migas pelat merah tersebut untuk memiliki 30 persen saham LukOil Mid-East Ltd, perusahaan asal Rusia, yang memiliki 75 persen saham di West Qurna 2.
Sebelumnya padahal, Pertamina telah mengakuisisi 10 persen participating interest (PI) Exxon Mobil Iraq Limited (EMIL) di Blok Wes Qurna 1, Irak yang memiliki cadangan migas super raksasa. Kala itu, EMIL juga menjual 25 persen PI-nya di blok tersebut kepada PetroChina Iraq Ltd, sehingga PI dari 60 persen tersisa 25 persen.
Blok West Qurna 1 berlokasi di dekat Basrah, kota besar kedua Irak, sekitar 400 km sebelah tenggara ibukota Bagdad. Ladang raksasa ini memiliki cadangan terambil sekitar 22 miliar barel minyak dengan operator masih tetap dipegang oleh EMIL. Lokasinya bersebelahan dengan West Qurna 2.
Para pemegang saham di West Qurna 1 tersebut setelah akuisisi adalah EMIL (25 persen), PCC (25 persen), Oil Exploration Company Iraq (OEC, BUMN Migas Irak, 25persen), Shell West Qurna BV (SWQ BV, 15persen), dan Pertamina (10 persen).
Sejarah akuisisi Blok West Qurna 1 berawal dari usaha Pertamina mencari peluang usaha di Irak pada 1996. Pada 1997, Pertamina mendapat beberapa kesempatan join study dari pemerintah Irak, antara lain di Blok-3 Western Dessert (WD) dan Lapangan Tuba. Pertamina pernah melakukan kegiatan eksplorasi berupa kegiatan seismik di Blok-3WD.
Kegiatan Pertamina di Irak, sempat terhenti dalam waktu cukup lama akibat konflik politik di negara tersebut. Pada 2009, Pertamina mengikuti bidding round Irak 1, 2 dan 4, namun belum memperoleh hasil yang positif. Selanjutnya, pada pertengahan 2013 ada tawaran untuk pengalihan 10 persen PI EMIL di Blok West Qurna-1.
Pertamina mengikuti lelang tersebut setelah memenuhi semua persyaratan yang ada dan memperoleh persetujuan dari para partiesdan pemerintah Iraq, akhirnya Pertamina melalui PT Pertamina Irak Eksplorasi Produksi resmi sebagai salah satu pemegang PI di Lapangan West Qurna I.
Informasi yang dihimpun Eksplorasi.id, konon Pertamina ‘hanya’ perlu mengucurkan dana sekitar USD 1,2 miliar atau sekitar Rp 15,8 triliun, dengan asumsi harga minyak saat itu USD 70 per barel. Kini, rata-rata produksi minyak ekuivalen di West Qurna 2 berkisar 450 ribu boepd.
Jika Pertamina jadi mengakuisisi 30 persen saham dari LukOil, maka sebenarnya Pertamina memiliki ‘jatah’ minyak dari West Qurna 2 sebanyak sekitar 101.250 boepd. Pada 2019, West Qurna 2 ditarget bisa meningkatkan produksi minyaknya ekuivalen hingga 1,2 juta boepd. Itu berarti tiga tahun ke depan, jika tidak batal mengakuisi, Pertamina punya jatah minyak di West Qurna 2 sebanyak 270 ribu boepd.
Saat ini, pemegang saham West Qurna 2 terdiri atas, Iraqi South Oil Company (perusahaan BUMN Irak) dan konsorsium termasuk LukOil yang memiliki 75 persen saham dan perusahaan asal Irak bernama National Iraqi North Oil Company (25 persen). Sebelumnya StatOil memiliki 18,75 persen saham sebelum saham tersebut akhirnya pada Mei 2012 dialihkan ke LukOil.
Diperkirakan cadangan minyak di West Qurna 2 total mencapai 13 miliar barel, yang dihasilkan dari dua formasi utama, yakni Mishrif dan Yamama. Blok West Qurna Barat 2 adalah salah satu ladang minyak terbesar di dunia.
West Qurna 2 berlokasi di Irak selatan, 65 km di sebelah barat laut dari kota pelabuhan utama Basra. Lapangan migas tersebut ditemukan pada 1973, setelah sebelumnya pada 1970-an ahli geologi asal Soviet (Rusia) melakukan sejumlah kegiatan eksplorasi. Saat ini luasan kontrak area West Qurna 2 mencapai 300 kilometer persegi.
Pertanyaannya kemudian, apakah Pertamina untung mengakuisisi 24,5 persen saham M&P dengan jatah minyak 7.137 boepd dibandingkan misalnya dengan mengakuisisi 30 persen saham LukOil yang bisa membawa minyak hingga 101.250 boepd?
Ada perbedaan 14 kali lipat minyak jatah Pertamina antara di M&P dan West Qurna 2 jika Pertamina jadi memiliki sebagian konsesi di West Qurna 2. Jika dinilai dengan uang, maka semestinya Pertamina mengeluarkan uang sebesar Rp 2,97 triliun dikalikan 14 yang hasilnya Rp 41,58 triliun untuk mengakuisisi 30 persen saham Lukoil di West Qurna 2.
Faktanya, Pertamina, jika jadi mengakuisisi, hanya perlu mengeluarkan dana Rp 15,8 triliun, itu pun dengan asumsi harga minyak saat itu USD 70 per barel. Bayangkan jika saat ini harga minyak di bawah USD 45 per barel, pasti harga akuisisinya lebih murah lagi, bahkan bisa di bawah USD 1 miliar
Sebelumnya, Pertamina menggunakan jasa konsultan PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory (PwCIA) untuk melakukan kajian terhadap kelayakan Blok West Qurna 2.
PwCIA telah bekerja mengumpulkan sejumlah data dan informasi yang diperoleh dari Lukoil sejak 27 Juli hingga 18 September 2015. Eksplorasi.id memeroleh salinan laporannya yang terangkum dalam Project Kurma Financial and taxation due diligence-Progress update.
Saat ini, sepertinya Lukoil sudah ‘patah arang’ terhadap Pertamina, dan memberi kesempatan kepada Petronas, Mitsubishi, serta CNPC untuk membeli 30 persen saham tersebut. Sangat disayangkan!