Eksplorasi.id – Inpex Masela Ltd selaku operator Blok Masela meminta moratorium alias perpanjangan kontrak kepada pemerintah hingga 10 tahun.
Semula, kontrak Inpex di Masela akan berakhir pada 2028. Namun, perusahaan asal Jepang itu meminta kontraknya diperpanjang hingga 2038.
Alasan Inpex meminta moratorium kontrak selama 10 tahun antara 2006 hingga 2016 adalah, karena pemerintah mengganti skema pengembangan kilang LNG Masela, dari semula di epas pantai (offshore) menjadi di darat (onshore).
Versi Inpex, pergantian skema tersebut membuat perencanaan berubah, sehingga ada waktu yang hilang. Jika perubahan kontrak tersebut diberikan, maka bila Blok Masela berproduksi pada 2024, Inpex dapat menikmati masa produksi selama 14 tahun. Alasan lainnya, kalau Inpex hanya menikmati produksi gas Masela selama empat tahun, yakni sejak 2024 hingga 2028, mereka katanya akan rugi besar, tidak balik modal.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementeriaan ESDM Tunggal mengatakan, pemerintah tidak mengenal istilah moratorium dalam kontrak migas, melainkan lebih tepat disebut ‘pergantian waktu’.
“Pergantian waktu 10 tahun yang diminta Inpex terganjal aturan. Mereka semestinya tahu bahwa kontrak bagi hasil (production sharing contract/ PSC) baru bisa diperpanjang 10 tahun sebelum berakhirnya masa kontrak,” kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (24/10) malam.
Tunggal menjelaskan, Inpex bisa mengajukan perpanjangan kontrak pada 2018. Kemudian, lanjut dia, aturan tersebut bisa di kesampingkan bila Inpex sudah memiliki perjanjian jual-beli gas (PJBG) untuk Blok Masela.
“Tapi PJBG juga belum ada mereka. Kedua syarat itu belum bisa dipenuhi oleh Inpex, jadi mereka tidak bisa mengajukan perpanjangan kontrak saat ini,” jelas dia.
Di satu sisi, lanjut Tunggal, terkait permintaan Inpex lainnya, yakni peningkatan kapasitas produksi gas alam cair (liquified natural gas/ LNG) di Masela dari 7,5 million ton per annual (MTPA) menjadi 9,5 MTPA, ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan.
“Misal soal kecukupan cadangan gas di Masela, kemampuan sumur, waktu produksi, pasar gasnya, dan sebagainya. Secara general saja, apakah cadangannya cukup, sumurnya berapa, kemudian kemampuan sumur kan ada batasnya. Terus kalau diproduksi, time-nya berapa,” ujar dia.
Sebelumnya, Inpex pada Agustus 2006 telah berkirim surat kepada Luhut Binsar Pandjaitan, yang saat itu menjabat sebagai Plt menteri ESDM. Isi surat itu menyampaikan sejumlah usulan, agar proyek Masela bisa segera dijalankan seperti keinginan pemerintah dan Inpex.
Sementara, jauh sebelum itu, Haposan Napitupulu, pemerhati sektor migas dan mantan deputi di era BP Migas pernah mengingatkan, apapun skenario pengembangan yang disetujui pemerintah, dikarenakan belum ada calon pembeli produksi gas, maka Inpex belum dapat menghitung keekonomian proyek.
Atau, dengan kata lain, jelas dia, Inpex belum dapat menyajikan usulan pengembangan lapangan secara lengkap, yang berakibat belum adanya kepastian eksekusi pelaksanaaan pengembangan proyek gas bumi Lapangan Abadi.
Baca juga :
Menurut Haposan, ketidakmampuan Inpex mendapatkan calon pembeli gas bumi produksi Lapangan Abadi selama ini merupakan tanggungjawab dari mereka sendiri, bukan pemerintah.
“Menutupi ketidakmampuannya, dan tidak tercapainya harapan untuk mengembangkan gas Blok Masela dengan FLNG, Inpex mengulur-ulur waktu untuk menyampaikan usulan POD dan memundurkan rencana investasi atau FID,” ujar Haposan, beberapa waktu lalu.
Hal ini, ungkap Haposan, berakibat rencana awal produksi (onstream) akan tertunda menjadi setelah 2029. “Dengan kata lain, Inpex mencoba berjuang untuk menyampaikan usulan pengembangan lapangannya setelah ganti pemerintahan,” jelas dia.
Reporter : Diaz